Saturday, May 23, 2009

Celoteh Sunset

RINAI-RINAI SILUET

Oleh : Aida Rahman Badar

Lihatlah sore ini. Ada keindahan terpancar jelas di depan mata. Indah… begitu menarik bagi hati yang sedang dirundung duka.

Lihatlah… warna keemasannya menerpa wajah-wajah kalut bingung. Kemudian siluet-siluet petang itu coba melawan rinai-rinai air langit. Kuningnya yang berubah jingga menyeruak di antara egoisme rintik-rintik yang mulai menyentuh tanah.

Kini debu-debu sisa kekeringan siang tadi beterbangan mencari selamat. Tapi ia tak akan berhasil. Aromanya telah terlanjur menyesaki rongga-rongga pejalan kaki. Ia basah. Walau enggan memberikan tempat bagi genangan, toh disediakan juga wadah untuknya. Ia tak dapat berkutik. Semuanya telah diatur. Tidak boleh ada penolakan. Ia harus terima.

Sampai detik ini, pemberat awan itu masih berjatuhan. Dari tetesan-tetesan biasa hingga mengaburkan pandangan. Tapi lihatlah… dia, sang senja. Dia masih bertahan pada posisinya. Seakan tak mau kalah dari hujan yang begitu agresif berusaha mendepaknya jauh. Ia masih mau kukuh. Ia masih ingin menampakkan kecantikannya yang menyilaukan. Sekali lagi ia terus mencoba. Lagi dan lagi.

Namun permainan telah berakhir. Warna pantulan mentari itu urungkan niat tuk tetap mendeskripsikan diri. Toh… waktunya masih lumayan panjang juga.

Perlahan-lahan lukisan alam berganti rupa. Kanvas hitam menguasai semesta kembali. Menghapus kisah-kisah yang sempat mengundang tawa di ukiran senja tadi. Semua punya pengganti.

Astaga..! tidak semua?! Lihatlah… ada rinai-rinai bening dingin yang setia berurai. Oh tidak! Dia masih begitu kuat melawan. Rupanya semakin agresif saja dia beraksi. Padahal ia telah lama diganti. Lama sekali. Tapi sampai hari ini ia terus saja mencaploki posisi mentari.

Namun pastinya ia tak akan lama bertahan. Tempat itu bukanlah miliknya. Ia pasti akan terseret nanti. Yah… itu pasti terjadi. Karena, semua punya aturannya.

***

Makassar, 18 Mei 2009

Pukul 18.10 WITA


No comments: