Wednesday, June 10, 2009

Ilmu Di Sekitar Kita

Belajar Dari Iklan

Oleh : Aida_Radar*


Ada satu informasi komersial yang membuat mataku mengeluarkan airnya. Di siang terik yang memanggang kemarin, di sela-sela menahan kantuk untuk melihat Behine The Scene-nya Ketika Cinta Bertasbih, iklan itu muncul di satu saluran televisi swasta. Aku tidak hendak mengomersialkan kembali layanan komersial itu pada siapapun yang membaca tulisan ini. bukan, bukan sama sekali. aku hanya ingin menceritakan apa yang kulihat dan rasakan ketika melihat iklan itu.

Dan tahukah apa yang kulihat hingga aku tersedu lumayan lama? Aku melihat KETULUSAN. Yah ketulusan.

Kira-kira cerita yang hendak disampaikan iklan itu selain mereklamekan produk mereka seperti ini :

Seorang murid eSDe melihat gurunya yang memakai sepatu butut. Sepatu itu sangat butut, sudah ada robek-robek di sekitarnya. Dan bagiku sendiri, sepatu itu tidak layak lagi untuk digunakan. Janganlah kalian tanyakan mengapa sepatu sang guru bisa seperti itu padahalkan ia seorang pegawai yang memiliki gaji? Jangan, karena kalian pasti tahu bagaimana kondisi kebanyakan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu di Negeri ini. Jadi tak usahlah itu diungkit.

Karena sedih dan kasihan melihat sepatu gurunya, murid itu lalu berinisiatif mengajak teman-temannya mengumpulkan uang jajan mereka hari itu untuk membantu membeli sepatu baru bagi guru mereka. Murid itu dan beberapa temannya yang setuju dengan idenya, mulai mengumpulkan sumbangan pada teman-teman mereka yang lain di kantin.

Hal menarik kemudian ialah ketika seorang murid gendut yang dikenal suka makan, rela menyumbangkan uang seribu rupiahnya yang awalnya akan ia gunakan membeli pudding. Ia berdiri di antara sumbangan untuk sang guru dan pudding berwarna kuning yang menggugah selera. Namun akhirnya ia memilih memasukkan uang itu dalam kantong putih yang dipersiapkan teman-temannya. Ia memberikan uangnya dengan senyuman. Senyum yang sangat ikhlas menurutku. Dan tentu saja, tulus.

Setelah uang yang terkumpul dirasa lumayan, mereka kemudian menuju ke pasar dan membeli sepatu baru berwarna putih. Lalu mereka kembali ke sekolah dan menuju ke ruang sang guru. Tiba dalam ruangan, mereka langsung memberikan kotak yang ada sepatu baru di dalamnya. Guru mereka menerima pemberian itu dengan rasa haru. Ia lalu memakai satu bagian sepatu baru itu dan sebelahnya lagi sepatu lamanya. Warna sepatu baru dan lama kelihatan sangat berbeda sekali. sepatu baru putih dan bersih, sementara sepatu lama berwarna coklat, pudar, dan robek.

Sambil mengikat tali sepatu barunya, sang guru tersenyum menatap murid-muridnya (yang berdiri melihat sang guru memakai sepatu di pintu), tiba-tiba sebutir air bening jatuh dan mengenangi wajahnya. Murid-muridnya melihat guru mereka memakai sepatu baru dengan senyum haru.***

Hal apakah yang mendominasi cerita di info komersial itu? Seperti yang kukatakan di atas, aku menemukan KETULUSAN. Sulit kugambarkan ketulusan yang ditampilkan di layar TV waktu itu. Karena aku paham dengan keterbatasanku mengolah kata untuk membuat kalian bisa terjun langsung melihat ketulusan murid-murid itu. Namun aku yakin semua orang pernah merasakan ketulusan itu. Walau tidak banyak. Dan aku berharap kita semua dapat melakukan sesuatu dengan tulus dan ikhlas karena-Nya. Amin. Kabulkan Ya Allah….***

Makassar, 7 Juni 2009

Pukul 17.16 WITA


*South Sulawesi member of Forum Lingkar Pena (FLP)