Tuesday, September 24, 2013

Di Sekitar



 










DULU

di dalam huru hara
darah muda tumpah ruah
di jalanan, layar kaca, kertas-kertas dan rumah tuan pencari
memberdirikan pilar-pilar nubuwwah
yang mulai rubuh satu-satu
mereka hanyalah penonton
dari jendela-jendela mobil berpendingin
kemudian sejarah bergulir lewat bibir tebu atau bergincu
dalam kertas plastik yang dipaku pada deretan pohon jalan

dulu. saya pernah berada di sana. berbaju koko dan peci —koordinator lapangan
dulu. saya pernah berada di sana. membaca puisi hingga jilbab basah oleh telaga yang datang dari mata para syuhada.
dulu. saya aktivis gerakan
dulu. saya pengemban dakwah
dulu. saya punya rambut di bawah dagu
dulu. kerudung saya panjang dan lebar

dunia
manusia
pada apa yang datang dari langit
mengapa harus ada kata dulu?
*
—AidaRadar.Masjid DTBandung.24.9.13;08:01pm
Setelah mendengar dan terngiang-ngiang kata “dulu” yang terasa merobek-robek hati

Friday, September 13, 2013

POETRY again -> ONE OF TWO PARTS
















TERIMAKASIH, TELAH TERLAMBAT DATANG


I
mungkin kata-kata memang senjata di perang-perang dunia
hidup dan mati ada pada pelatuk di ujung telunjuk

darinya, aku mencoba hidup dengan kamu
yang kujadikan balon udara berwarna warni menghiasi angkasa

juga galeri di pusat kota, memajang kamu di kanvas kering yang kubuat
sampai orang-orang tahu betul kamu adalah aku di dalam cermin

oh.. benarkah adanya?

sebenarnya barang paling berharga di museum yang begitu lama kujaga
telah kuberikan padamu yang menyamar sebagai pengantar paket

“bawalah nanti sebagai kejutan di perayaan ulang tahun kota”
pada hari H, kamu tidak datang
 ...

#MENUJU BAGIAN II, DI MATAHARI PAGI INI ^_^

Sunday, September 08, 2013

Semacam Itulah..



















TENTANG NAMA YANG HILANG DI SEBUAH BUKU

tahukah?

nama itu tidak hilang
seperti yang kau perkirakan
ia hanya tidak mau berpindah
dari kampung halamannya
dalam diriku
lalu hidup di lembaran-lembaran buku
yang —meskipun— kutulis

nama itu tidak benar-benar hilang
sebab di satu jalan poros trans provinsi
ia adalah pondasi
untuk rumah kokoh belum berpenghuni
yang —sengaja— kubangun

nama itu sungguh tidak hilang —tidak pernah
ia murni ada
seperti nota perbelanjaan, untuk membuktikan
tombak beracun bisa saja
membunuh ikan di sungai cetek nan jernih
namun tidak
di palung mariana
yang —selalu— kututup

rapi.
*
—Aida Radar, Bandung.7.9.13;10:48pm 


 #ilustrasi diambil dari sini