Sunday, November 28, 2010

Celoteh Komik, Nih...


Komik ‘An Ancient Love Story’

(Intrigue & Romance in Heinan Time)

Volume 1 – 6



Tokoh Utama :

Putri Ruri : Anak Dainagon Fujiwara Tadamune, Gadis dari keluarga terhormat keturunan Kekkanke (keluarga wali/kepala penasihat kaisar zaman dulu). Mempunyai pengalaman cinta pertama masa kecil dengan Yoshinonokimi di Yoshino. Berumur 16 tahun tapi belum menikah. Bertunangan dengan teman adiknya dan teman sepermainannya waktu kecil bernama Takaakira. Disukai oleh Putra Mahkota Takao waktu mengelidiki orang-orang Saidajin yang berencana melakukan kudeta terhadap putra mahkota.


Ternyata :

Ø Rambut wanita-wanita Jepang itu sangat panjang.

Ø Setiap kali berbicara, para bangsawan satu dan lainnya dibatasi oleh tirai dan pelayan pribadi mereka tetap mendampingi. Kalau pembicaraan merujuk pada hal-hal rahasia, maka mereka akan menyuruh pelayan pribadinya keluar.

Ø Dulu tahun baru jatuh pada musim semi.

Ø Di pagi hari setelah pernikahan, ada upacara saling bertukar pakaian antara pengantin pria dan wanita.

Ø Lupa adalah sebuah kejahatan, kataYoshinonokimi.

Ø Para wanita jepang mempunyai kotak rambut, yaitu sebuah kotak untuk menaruh rambut mereka saat tidur.

Ø Orang Jepang sama Heinan sangat (sangat) menaruh perhatian pada Sastra. Hal ini terbukti dengan setiap isi surat yang dibuat, bentuknya adalah puisi. Seorang bangsawan (khususnya seorang putri) yang tidak bisa berpuisi dan menulis puisi yang bagus maka ia akan dianggap sebelah mata oleh bangsawan yang lainnya. Bisa dikatakan puisi adalah ‘ruh’ bangsawan Jepang. (Mmm... bagaimana dengan para pendahulu di Khatulistiwa kita, ya? Adakah perhatian lebih pada ‘sastra’ itu?)


Puisi-puisi :

Ø Puisi Takaakira pada Ruri (dalam masa berkabung lima bulan untuk neneknya) :

Yufu Sareba moekoso watarunatsu mushi no Mi ni amaru omohi hito ya shiruramu :

Tahukah engkau betapa bak kunang-kunang yang semakin terang bercahaya saat senja. Aku terbakar oleh kenangan membara yang memancar dari diriku. Betapapun kuat ia kutahan? Tak patutnya aku sering mengirim surat semacam ini kala nenekku baru saja tiada. Tapi perasaanku mendahuluiku... Takaakira. (Kata Ruri : Tulisan Jelek seperti cacing tanah begini).


Ø Surat Takaakira pada Nonihime (satu dari 3 gadis tercantik) :

Sebenarnya kekasihku orang yang sulit. Selama aku tidak bisa membuat puisi yang bagus, dia takkan bersedia menikah denganku. Aku hanya punya waktu 5 bulan. Aku tahu aku merepotkanmu, tapi kumohon bimbinganmu. Salam,


Ø Puisi Takaakira para Ruri yang berunsur Musim Semi

Haru tatsu to kaze ni kikedomo hana no kaori wo kikanu kagiri wa araji tozo omou : kudengar kabar bahwa musim semi telah tiba, tapi bunga-bunga belum mekar. Baunya pun belum tercium. Aku tak akan menganggap musim semi tiba sampai aku mencium bau bunga. (arti tersirat menurut pikiran Ruri : kudengar musim semi telah tiba. Tapi sampai balasan dari orang tercinta datang, aku takkan menganggap musim semi telah tiba).


Ø Balasan puisi Ruri pada Takaakira :

Kokorozashi araba miyuramu waga yado no Hana no sakari no haru no yoiyume :

bau bunga tidak tercium, katamu. sayang sekali, bunga di kebunku mekar penuh, indah bagai mimpi saat malam tiba. mungkin tidak tercium baunya olehmu karena kau yang tidak romantis?


Ø Puisi Takaakira pada Ruri :

Saat bunga ume masih antara mekar dan belum. Kini bunga sakura pun mulai berguguran.


Ø Puisi Ruri : Haru same no furu wa namida ka sakurahara chiro wo oshimanu hitoshi nakereba (hujan di musim semi adalah air mataku yang menyayangkan gugurnya sakura)


Ø Puisi para komplotan rencana kudeta putra mahkota : Haru no hi no kari wo tanomi michinaki michi wo fumiwake yukamu-udaiben- (mempercayai hangatnya sinar matahari saat musim semi tiba, aku melangkah maju walau jalan kini penuh tumpukan salju) = memercayai kekuasaan putera mahkota yang baru, aku tabah menahan semua kesulitan.


Ø Puisi putra mahkota pada Ruri : Yumejidani kimi ni kayoheru mono naraba utsutsuni minto omohazaramashi (Andai bisa besua denganmu dalam mimpi, aku takkan berkeinginan bejumpa denganmu di dunia nyata. tapi karena dalam mimpi pun kita tak bisa bertemu, perasaanku padamu semakin dalam).


Ø Puisi Ruri pada Takao sang putra mahkota : Se o hayami kako no kajitae yuku-funeno tomari wa nakoda ware shiri-nubeki (karena cepatnya aliran sungai, perahu kehilangan kayuhnya. Aku tak tahu ke mana perahu itu menuju).


Istilah :

Ø Tanabata : Festival yang dirayakan tiap 7 Juli. Menurut legenda, di malam itu Kengyu (the cowherd star) dan Shokujo ( The weaver star) bertemu setahun sekali di galaksi bima sakti.

Ø Miyabara : Cucu Kaisar

Ø Keishi : pengurus rumah keluarga bangsawan.

Ø Menarik rambut panjang /belakang : ungkapan ‘menjadi ganjalan di hati’.

Ø Judai : menjadi istri kaisar.


Sebenarnya masih sangat banyak yang mau Z tuliskan tentang komik keren ini, tapi sayangnya batas penyewaannya sudah lewat, bahkan sudah kena denda (Rp. .....) beberapa hari Z. Ditambah bagi Z, ‘Waktu 24 jam dalam sehari kok sedikit banget, seh!?’, karena beberapa waktu ke depan Z belum punya waktu untuk membahas tuntas isi komiknya. Hiks... T_T

***


Celoteh Komik, Nih...



Komik ‘An Ancient Love Story’

(Intrigue & Romance in Heinan Time)

Volume 1 – 6


Tokoh Utama :

Putri Ruri : Anak Dainagon Fujiwara Tadamune, Gadis dari keluarga terhormat keturunan Kekkanke (keluarga wali/kepala penasihat kaisar zaman dulu). Mempunyai pengalaman cinta pertama masa kecil dengan Yoshinonokimi di Yoshino. Berumur 16 tahun tapi belum menikah. Bertunangan dengan teman adiknya dan teman sepermainannya waktu kecil bernama Takaakira. Disukai oleh Putra Mahkota Takao waktu mengelidiki orang-orang Saidajin yang berencana melakukan kudeta terhadap putra mahkota.

Ternyata :

Ø Rambut wanita-wanita Jepang itu sangat panjang.

Ø Setiap kali berbicara, para bangsawan satu dan lainnya dibatasi oleh tirai dan pelayan pribadi mereka tetap mendampingi. Kalau pembicaraan merujuk pada hal-hal rahasia, maka mereka akan menyuruh pelayan pribadinya keluar.

Ø Dulu tahun baru jatuh pada musim semi.

Ø Di pagi hari setelah pernikahan, ada upacara saling bertukar pakaian antara pengantin pria dan wanita.

Ø Lupa adalah sebuah kejahatan, kataYoshinonokimi.

Ø Para wanita jepang mempunyai kotak rambut, yaitu sebuah kotak untuk menaruh rambut mereka saat tidur.

Ø Orang Jepang sama Heinan sangat (sangat) menaruh perhatian pada Sastra. Hal ini terbukti dengan setiap isi surat yang dibuat, bentuknya adalah puisi. Seorang bangsawan (khususnya seorang putri) yang tidak bisa berpuisi dan menulis puisi yang bagus maka ia akan dianggap sebelah mata oleh bangsawan yang lainnya. Bisa dikatakan puisi adalah ‘ruh’ bangsawan Jepang. (Mmm... bagaimana dengan para pendahulu di Khatulistiwa kita, ya? Adakah perhatian lebih pada ‘sastra’ itu?)

Puisi-puisi :

Ø Puisi Takaakira pada Ruri (dalam masa berkabung lima bulan untuk neneknya) :

Yufu Sareba moekoso watarunatsu mushi no Mi ni amaru omohi hito ya shiruramu :

Tahukah engkau betapa bak kunang-kunang yang semakin terang bercahaya saat senja. Aku terbakar oleh kenangan membara yang memancar dari diriku. Betapapun kuat ia kutahan? Tak patutnya aku sering mengirim surat semacam ini kala nenekku baru saja tiada. Tapi perasaanku mendahuluiku... Takaakira. (Kata Ruri : Tulisan Jelek seperti cacing tanah begini)

Ø Surat Takaakira pada Nonihime (satu dari 3 gadis tercantik) :

Sebenarnya kekasihku orang yang sulit. Selama aku tidak bisa membuat puisi yang bagus, dia takkan bersedia menikah denganku. Aku hanya punya waktu 5 bulan. Aku tahu aku merepotkanmu, tapi kumohon bimbinganmu. Salam,

Ø Puisi Takaakira para Ruri yang berunsur Musim Semi

Haru tatsu to kaze ni kikedomo hana no kaori wo kikanu kagiri wa araji tozo omou : kudengar kabar bahwa musim semi telah tiba, tapi bunga-bunga belum mekar. Baunya pun belum tercium. Aku tak akan menganggap musim semi tiba sampai aku mencium bau bunga. (arti tersirat menurut pikiran Ruri : kudengar musim semi telah tiba. Tapi sampai balasan dari orang tercinta datang, aku takkan menganggap musim semi telah tiba).

Ø Balasan puisi Ruri pada Takaakira :

Kokorozashi araba miyuramu waga yado no Hana no sakari no haru no yoiyume :

bau bunga tidak tercium, katamu. sayang sekali, bunga di kebunku mekar penuh, indah bagai mimpi saat malam tiba. mungkin tidak tercium baunya olehmu karena kau yang tidak romantis?

Ø Puisi Takaakira pada Ruri :

Saat bunga ume masih antara mekar dan belum. Kini bunga sakura pun mulai berguguran.

Ø Puisi Ruri : Haru same no furu wa namida ka sakurahara chiro wo oshimanu hitoshi nakereba (hujan di musim semi adalah air mataku yang menyayangkan gugurnya sakura)

Ø Puisi para komplotan rencana kudeta putra mahkota : Haru no hi no kari wo tanomi michinaki michi wo fumiwake yukamu-udaiben- (mempercayai hangatnya sinar matahari saat musim semi tiba, aku melangkah maju walau jalan kini penuh tumpukan salju) = memercayai kekuasaan putera mahkota yang baru, aku tabah menahan semua kesulitan.

Ø Puisi putra mahkota pada Ruri : Yumejidani kimi ni kayoheru mono naraba utsutsuni minto omohazaramashi (Andai bisa besua denganmu dalam mimpi, aku takkan berkeinginan bejumpa denganmu di dunia nyata. tapi karena dalam mimpi pun kita tak bisa bertemu, perasaanku padamu semakin dalam).

Ø Puisi Ruri pada Takao sang putra mahkota : Se o hayami kako no kajitae yuku-funeno tomari wa nakoda ware shiri-nubeki (karena cepatnya aliran sungai, perahu kehilangan kayuhnya. Aku tak tahu ke mana perahu itu menuju).

Istilah :

Ø Tanabata : Festival yang dirayakan tiap 7 Juli. Menurut legenda, di malam itu Kengyu (the cowherd star) dan Shokujo ( The weaver star) bertemu setahun sekali di galaksi bima sakti.

Ø Miyabara : Cucu Kaisar

Ø Keishi : pengurus rumah keluarga bangsawan.

Ø Menarik rambut panjang /belakang : ungkapan ‘menjadi ganjalan di hati’.

Ø Judai : menjadi istri kaisar.

Sebenarnya masih sangat banyak yang mau Z tuliskan tentang komik keren ini, tapi sayangnya batas penyewaannya sudah lewat, bahkan sudah kena denda (Rp. .....) beberapa hari Z. Ditambah bagi Z, ‘Waktu 24 jam dalam sehari kok sedikit banget, seh!?’, karena beberapa waktu ke depan Z belum punya waktu untuk membahas tuntas isi komiknya. Hiks... T_T


Monday, November 22, 2010

APRESIASI FAJAR MAKASSAR, AHAD 21 NOVEMBER 2010

Diksi Khas dalam “Bulan Celurit Api”

Oleh : Aida Radar*


Gerangan apa yang membuat sebuah karya sastra, khususnya cerpen sangat diminati dan selalu ditunggu-tunggu kehadirannya oleh khalayak? Tentulah akan beragam jawaban dari setiap kepala apabila pertanyaan seperti ini penulis sodorkan kepadanya. Akan muncul beragam argumen atasnya. Dipastikan ada yang mengatakan karena tema cerpen yang sangat menarik dan lain dari biasa, atau ada pula yang langsung berkata karena diksinya yang indah dan unik, atau bahkan akan ada yang menyampaikan bahwa teknik bercerita pengarangnya yang membuat cerpennya sangat disukai. Pun tak akan ketinggalan sebuah komentar “taklah ber-ruh suatu cerpen yang tanpa pesan”.


Demikianlah. Setiap cerpen mempunyai “sesuatu” yang membuatnya menarik dan memiliki kekuatan tersendiri yang membuatnya “khas” atau berbeda dengan cerpen-cerpen lainnya. Ya, sebuah cerpen menduduki kelasnya tersendiri di mata pembaca dengan kekhasan yang dimiliki pengarangnya. Dan menurut hemat penulis, tiga kekuatan utama cerpen —dengan pesan tentunya, terletak pada tema, diksi atau pemilihan kata, dan teknik bercerita.


Kerap dalam kolom-kolom Budaya atau Sastra sebuah koran, baik koran lokal maupun nasional, (Menurut Maman S. Mahayana dalam bukunya Bermain dengan Cerpen, sastra yang berkembang sampai saat ini adalah sastra koran, maka penulis mengambil sampel untuk tulisan ini adalah cerpen koran), kita mendapati cerpen yang dengan masing-masing kekuatannya. Ada cerpen yang kuat pada temanya saja, diksinya saja, maupun teknik berceritanya saja. Selain itu apa pula yang memadukan tema unik dan diksi indah, tema dan teknik bercerita yang beda, dan sebagainya. Namun, sayangnya tidak banyak pengarang yang kreatif menempat-satukan tiga kekuatan utama itu dalam cerpen yang didarasnya. Salah satu pengarang yang tidak banyak itu adalah Benny Arnas.


Di pertengahan medio Oktober tahun ini, Benny Arnas menerbitkan kumpulan cerpen keduanya bertajuk Bulan Celurit Api. Kumpulan cerpen setebal 130 halaman ini memuat tigabelas cerpen Benny yang belum dan pernah “menggempur” beberapa koran nasional, sebut saja Kompas, Koran Tempo, Jawa Pos, Republika, Suara Pembaruan dan Suara Merdeka di hampir edisi minggu selama dua tahun masa kreatifnya. Dari beberapa hal menarik ada satu hal yang penulis soroti dalam tigabelas cerpen di buku tersebut. Hal itu terkait dengan kreativitas Benny mengumpulkan kekuatan dalam setiap cerpennya.


Membaca sampai khatam kumpulan cerpen Bulan Celurit Api, pembaca akan langsung dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa keseluruhan cerpen di dalamnya merujuk pada sebuah tema umum : lokalitas Melayu. Hal tersebut dilihat dari ide cerita, perilaku masyarakat dan bahasa yang Benny tuangkan dalam cerpennya. Tema lokal memang bukan baru kali ini saja diperbincangkan dalam ranah sastra, khususnya cerpen, namun sangat jarang ada pengarang seperti Benny yang konsisten mengusungnya dalam karya-karya mereka.


Pemilihan kata atau diksi yang Benny pakai dalam cerpennya pun punya kekhasannya sendiri, terlebih dipadu dengan tema lokal Melayu (khususnya Lubuklinggau). Marilah kita nikmati sepenggal diksi indah itu : BILA daun itu tautan, aku akan memberikanmu pepohonan. Bila air itu pelipuran, aku akan menghadiahimu lautan. Bila rindu itu kemilauan, aku akan membawakanmu bebintang. Bila persahabatan itu diriku, tidak berlebihan, bukan, bila kupersembahkan hatiku?... (Cerpen ke-9, Surat Sajak yang Mengantarmu Pulang).


Mengenai teknik bercerita, akan pembaca dapati cara bertutur yang beda di setiap cerpen dalam Bulan Celurit Api. Ada cerpen yang terdiri dari beberapa sub judul namun mengerucut pada judul utama dengan satu benang merah, seperti cerpen Tukang Cerita dan Anak Ibu. Selain itu, ada cerpen dengan judul terpanjang : Tentang Perempuan Tua dari Kampung Bukit Batu yang Mengambil Uang Getah Para dengan Mengendarai Kereta Unta Sejauh Puluhan Kilometer ke Pasar Kecamatan. Dan ada juga cerpen yang menggunakan penomoran latin pada batasan settingnya seperti Surat Sajak yang Mengantarmu Pulang.


Sang pengarang, Benny Arnas, rupanya memahami jika dalam karyanya dia tidak menciptakan sesuatu yang membuat karyanya berbeda dengan cerpen-cerpen kebanyakan, maka sampai saat ini namanya tidak akan pernah bertengger di beberapa koran nasional. Dengan pemikiran itulah Benny memadukan tiga kekuatan dalam setiap cerpen yang dikarangnya. Dalam buku kumpulan cerpen Bulan Celurit Api, penggarapan tema lokal Melayu sangatlah kental. Sepertinya Benny memang sengaja menyeriusi tema lokal dalam karyanya, penganggitan diksi yang tak lazim tapi indah, dan cara bertutur yang inovatif. Begitulah. Maka, jika ingin membuat cerpen yang tidak biasa, berniat mengikuti jejak Benny? Wallahu’alam Bishawwab.***


*Penulis adalah mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Inggris, Unismuh Makassar. Bergiat di Forum Lingkar Pena Sulawesi Selatan dan LKIM-PENA Unismuh Makassar.


Monday, November 15, 2010

Terkait Lebaran


Lebarannya Mahasiswa Perantau



“Ummu tidak pulang kampungki lebaran nanti?”

“Tidak.”

“Loh kenapa? Tidak kangenki sama orangtuanta’?”

“Ya kangenlah. Tapi kampung Z kan jauh. Butuh banyak biaya kalau PP. Z belum punya cukup biaya untuk pulang.”

“Dimanakah kampungta.”

“Lihat maki di uang seributa’. Yang berawalan huruf T, itumi kampung Z.”

“Oh iya tawwa jauhki. Berapa kali maki pulang kampung selama kuliah?”

“Mmm... sekarang sudah tahun ketiga, baru satu kalika pulkam.”

“Hah?! Tiga tahun kuliah, satu kaliji pulang kampung?! (Tercengang)

“Hmm.” (mengangguk)

Aih bisapi itu? Kalau saya tidak bisaka. Libur satu minggu saja pulkamka. Kapanki lagi pernah pulkam itu?”

“Ramadhan dan lebaran Idul Fitri tahun lalu.”

Deh! Berarti pernah maki dua kali lebaran Idul Adha dan Idul Fitri di Makassar di’?

“Hmm.” (mengangguk)

Aih! Dua tahun sekali pulang? Menyerahka itu.”

“Manja!”

“Bukan manja, tapi tidak terbiasaka.”

“Perbiasakan!”

“Tidak bisaka. Pasti kangenja sama orangtuaku. Streska itu nanti.”

“Samaji. Manja!” ^_^

“Kalau lebaran, makan apaki itu? Tidak ada yang masakkanki makanan lebaran. Aih pasti sedih sekalimi itu.”

“Tentu iya sedih. Tapi bagaimanami. Itu konsekuensi pilihan Z kuliah di Makassar. Kalau lebaran masakja sama teman-teman di asrama. Tapi beda iya rasanya dengan yang di rumah. Tapi pernah juga tidak masak di tahun pertama karena tinggal dua orangji di asrama, Z dan satu senior. Untungnya ada satu tetangga masak banyak jadi na panggil semua mahasiswa yang tidak pulkam makan di rumahnya. Ternyata na persiapkan memangki itu ibu mau memberi makan mahasiswa perantau yang tidak pulkam di hari lebaran.”

“Baiknya itu ibu tetanggata’ di’?”

“Hmm.” (Mengangguk) “Dan pengalaman itu hanya akan dimiliki mahasiswa perantau tidak pulkam waktu lebaran. Kita tidak punya pengalaman itu. Hehe...”

“Hm! Biarmi. Yang penting pulang kampungka euy... Mace, Pace, Kace, pulang maka! Hehe...”

“!@#$%^&*()”. ^_^


***


SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA / IDUL HAJJ / IDUL KURBAN 1431 H

^_^