Monday, November 22, 2010

APRESIASI FAJAR MAKASSAR, AHAD 21 NOVEMBER 2010

Diksi Khas dalam “Bulan Celurit Api”

Oleh : Aida Radar*


Gerangan apa yang membuat sebuah karya sastra, khususnya cerpen sangat diminati dan selalu ditunggu-tunggu kehadirannya oleh khalayak? Tentulah akan beragam jawaban dari setiap kepala apabila pertanyaan seperti ini penulis sodorkan kepadanya. Akan muncul beragam argumen atasnya. Dipastikan ada yang mengatakan karena tema cerpen yang sangat menarik dan lain dari biasa, atau ada pula yang langsung berkata karena diksinya yang indah dan unik, atau bahkan akan ada yang menyampaikan bahwa teknik bercerita pengarangnya yang membuat cerpennya sangat disukai. Pun tak akan ketinggalan sebuah komentar “taklah ber-ruh suatu cerpen yang tanpa pesan”.


Demikianlah. Setiap cerpen mempunyai “sesuatu” yang membuatnya menarik dan memiliki kekuatan tersendiri yang membuatnya “khas” atau berbeda dengan cerpen-cerpen lainnya. Ya, sebuah cerpen menduduki kelasnya tersendiri di mata pembaca dengan kekhasan yang dimiliki pengarangnya. Dan menurut hemat penulis, tiga kekuatan utama cerpen —dengan pesan tentunya, terletak pada tema, diksi atau pemilihan kata, dan teknik bercerita.


Kerap dalam kolom-kolom Budaya atau Sastra sebuah koran, baik koran lokal maupun nasional, (Menurut Maman S. Mahayana dalam bukunya Bermain dengan Cerpen, sastra yang berkembang sampai saat ini adalah sastra koran, maka penulis mengambil sampel untuk tulisan ini adalah cerpen koran), kita mendapati cerpen yang dengan masing-masing kekuatannya. Ada cerpen yang kuat pada temanya saja, diksinya saja, maupun teknik berceritanya saja. Selain itu apa pula yang memadukan tema unik dan diksi indah, tema dan teknik bercerita yang beda, dan sebagainya. Namun, sayangnya tidak banyak pengarang yang kreatif menempat-satukan tiga kekuatan utama itu dalam cerpen yang didarasnya. Salah satu pengarang yang tidak banyak itu adalah Benny Arnas.


Di pertengahan medio Oktober tahun ini, Benny Arnas menerbitkan kumpulan cerpen keduanya bertajuk Bulan Celurit Api. Kumpulan cerpen setebal 130 halaman ini memuat tigabelas cerpen Benny yang belum dan pernah “menggempur” beberapa koran nasional, sebut saja Kompas, Koran Tempo, Jawa Pos, Republika, Suara Pembaruan dan Suara Merdeka di hampir edisi minggu selama dua tahun masa kreatifnya. Dari beberapa hal menarik ada satu hal yang penulis soroti dalam tigabelas cerpen di buku tersebut. Hal itu terkait dengan kreativitas Benny mengumpulkan kekuatan dalam setiap cerpennya.


Membaca sampai khatam kumpulan cerpen Bulan Celurit Api, pembaca akan langsung dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa keseluruhan cerpen di dalamnya merujuk pada sebuah tema umum : lokalitas Melayu. Hal tersebut dilihat dari ide cerita, perilaku masyarakat dan bahasa yang Benny tuangkan dalam cerpennya. Tema lokal memang bukan baru kali ini saja diperbincangkan dalam ranah sastra, khususnya cerpen, namun sangat jarang ada pengarang seperti Benny yang konsisten mengusungnya dalam karya-karya mereka.


Pemilihan kata atau diksi yang Benny pakai dalam cerpennya pun punya kekhasannya sendiri, terlebih dipadu dengan tema lokal Melayu (khususnya Lubuklinggau). Marilah kita nikmati sepenggal diksi indah itu : BILA daun itu tautan, aku akan memberikanmu pepohonan. Bila air itu pelipuran, aku akan menghadiahimu lautan. Bila rindu itu kemilauan, aku akan membawakanmu bebintang. Bila persahabatan itu diriku, tidak berlebihan, bukan, bila kupersembahkan hatiku?... (Cerpen ke-9, Surat Sajak yang Mengantarmu Pulang).


Mengenai teknik bercerita, akan pembaca dapati cara bertutur yang beda di setiap cerpen dalam Bulan Celurit Api. Ada cerpen yang terdiri dari beberapa sub judul namun mengerucut pada judul utama dengan satu benang merah, seperti cerpen Tukang Cerita dan Anak Ibu. Selain itu, ada cerpen dengan judul terpanjang : Tentang Perempuan Tua dari Kampung Bukit Batu yang Mengambil Uang Getah Para dengan Mengendarai Kereta Unta Sejauh Puluhan Kilometer ke Pasar Kecamatan. Dan ada juga cerpen yang menggunakan penomoran latin pada batasan settingnya seperti Surat Sajak yang Mengantarmu Pulang.


Sang pengarang, Benny Arnas, rupanya memahami jika dalam karyanya dia tidak menciptakan sesuatu yang membuat karyanya berbeda dengan cerpen-cerpen kebanyakan, maka sampai saat ini namanya tidak akan pernah bertengger di beberapa koran nasional. Dengan pemikiran itulah Benny memadukan tiga kekuatan dalam setiap cerpen yang dikarangnya. Dalam buku kumpulan cerpen Bulan Celurit Api, penggarapan tema lokal Melayu sangatlah kental. Sepertinya Benny memang sengaja menyeriusi tema lokal dalam karyanya, penganggitan diksi yang tak lazim tapi indah, dan cara bertutur yang inovatif. Begitulah. Maka, jika ingin membuat cerpen yang tidak biasa, berniat mengikuti jejak Benny? Wallahu’alam Bishawwab.***


*Penulis adalah mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Inggris, Unismuh Makassar. Bergiat di Forum Lingkar Pena Sulawesi Selatan dan LKIM-PENA Unismuh Makassar.


No comments: