Friday, December 30, 2011

Edisi Renungan


"Pada akhirnya, di ujung pencarian, kita harus memilih satu tempat untuk mengabdi."

(AidaRadar, 301211)


Friday, December 23, 2011

L P J...

(Semoga kekompakkan dan persaudaraan kami tidak berakhir di Musykom...)


BIDANG IPTEK PIKOM IMM FKIP

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


A. MUQADDIMAH

Membumi dan Melangitkan puji dan puja hanya patut disematkan ke singgasana agung Allah SWT, Penguasa seluruh alam raya yang nampak dan segala yang tak terjangkau nalar. Atas kebesaran, kasih sayang dan cinta yang tidak pernah meluntur saban waktu memutar kendalinya, sehingga jantung yang mendiami bagian dalam tubuh kita tidak henti-hentinya berdetak dan udara yang melingkupi bumi tiada terlambat barang sedetik keluar masuk di saluran pernapasan. Salam dan shalawat senantiasa diucapkan pada Rasulullah Muhammad SAW, manusia terbaik yang pernah dilahirkan dari rahim seorang Ibu. Untuk “Ummati... Ummati...” di ujung napas dan Dinul Islam yang masih tegak hingga manusia bisa memandangi matahari yang indah pagi ini.

Seperti yang telah terpatri dalam isi benak hadirin sekalian, MUSYKOM sejatinya adalah pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi di tingkat komisariat. Dengan pemahaman itu, segala harap dan mimpi selalu digantungkan di dinding-dinding hati anggota komisariat sehingga tujuan yang sedianya hendak dicapai organisasi dapat dilaksanakan dengan baik, paripurna dan tak melenceng dari rel utama. Sehingga, ketika menatap embun di rerumputan bakda Subuh mengakhiri ritual penghambaan esok hari, yang terlihat hanya senyum yang terkulum dari bibir dan pipi bidadari surga.

Memaknai hari yang berlarian mengganti purnama yang juga telah duabelas kali menggilirkan keberadaannya, kami mahfum jika program keummatan di bidang Iptek yang dirancang dalam rapat kerja pimpinan belumlah terlaksana secara utuh. Ada banyak bolong, koyak, rusak, tambalan yang mewarnai kain-kain putih suci yang kami tenun di agenda bidang selama amanah ini dititipkan di pundak. Dan niat dan rencana yang telah rapi tersimpan dalam buku agenda bidang itu ternyata tidak akan bisa menafikan takdir yang langsung terhujam dari langit. Akhirnya kami harus kembali mengakui, letak kemampuan manusia hanya ada di setiap jengkal kuku saja, Allah-lah Sang Penentu segala.

B. IKHTISAR KEPUTUSAN RAPAT KERJA

(Sensor)

C. PELAKSANAAN KEPUTUSAN RAPAT KERJA

(Rhs)

D. KONDISI PIMPINAN

(Rahasia Perusahaan)

E. KHATIMAH

“Allah menguji keikhlasan dalam kesendirian. Allah memberi kedewasaan ketika masalah berdatangan. Allah melatih ketegaran dalam kesakitan. Tetap Istiqamah! Sertakan Allah di setiap langkah. Hati yang siap memikul amanah adalah hati yang kuat, teguh dan tulus. Tak berharap apapun, tapi sanggup memberi dengan segenap apapun, sebab hanya dari Allah segala balasan diharapkan. Jangan minta dikurangi bebanmu, tapi mintalah agar punggungmu dikuatkan membawanya.”

(Seseorang yang tak bernama)

Demikian laporan ini kami buat dan hadapkan di forum berwibawa ini. Tak dinyana, di tiap aktivitas pengimplemetasian program dan kata yang tertoreh tentu menyimpan kerut di jidat anda sekalian. Olehnya itu, segala bentuk maaf kami haturkan pada anda dan semoga ianya menjadi pelajaran bagi kami dan kami-kami baru lain yang akan mengapteni IMM di hari yang telah menunggu di depan sana.

Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

***

"SEBUAH PUISI PENUTUP"


REMEMBER WHEN

perjumpaan itu adalah awan gelap yang membongkar muatannya

di november yang licin

lalu kita basah oleh percakapan yang ruah di malam-malam yang gelisah

datanglah, katamu. biarlah Tuhan yang

meluruhkan rindu, balasku sok bilak. kita tertawa,getir, satir, hingga

desember pun singgah malam ini, hujan.

hati ini, terajam. sesak ini, bungkam. perjumpaan itu. ini. itu. ini.

kapan? kapan lagi, kapan lagi,

hujan tak datang seperti jarum-jarum yang membuyarkan

awan-awan


(Benny Arnas, Lubuklinggau 2011)


Saturday, December 17, 2011

HUAAAAAHHH... CERPEN JADUL (HASIL BUKA-BUKA ARSIP)


ERTI YANG TERBAKAR SEMBILU

Oleh : Aida Radar


Seharian itu Erti senyam senyum saja. Air mukanya tanpa henti mengalirkan tawa kecil-kecilan di terik siang yang mengumpul cukup banyak bara panas. Membuat beberapa pembeli yang keluar masuk warung kelontong yang dijagainya mengerut-ngerutkan kening. Keheranan. Walau begitu ada beberapa pula yang kena sedikit bahagianya —meskipun mereka tak tahu musabab apa Erti terus tersenyum. Setelah membeli, mereka mengubah sabit bibir lalu memandang Erti dan geleng-geleng kepala keluar warung.

Sembari duduk di belakang meja kayu, yang di atasnya teronggok sebuah buku tulis berisi daftar barang yang terjual dan kalkulator kecil seukuran tangan balita, ia baca kembali isi sms di hp keluaran lamanya. Isi sms yang ternyata merupakan pemicu senyumnya tumbuh dan berkembang hingga memekar hari itu.

Erti, Yana so1 daftarkan Eti di kampus terbaik di Kota Daeng ini. Satu minggu lagi, tes masuknya. Erti bilang Ma’, segera siapkan semua keperluan Eti berangkat ke sini. Nanti Yana akan jemput Erti di pelabuhan Makassar.

Demikian isi sms dari Yana, sahabatnya yang berkuliah di Makassar. Yana adalah teman seangkatannya di SMA setahun lalu. Mereka bersahabat sejak masa orientasi siswa baru hingga kini. Bakda pengumuman kelulusan dan pengambilan ijazah, Yana langung bertolak dari Tidore ke Makassar. Melanjutkan studi di negeri Anging Mamiri. Sementara Eti, tetap memaku di Tidore.

Sebenarnya Erti juga berniat merajut mata rantai tempat menuntut ilmu berikutnya —setelah tamat SMA, di Makassar pula. Dan begitu memang janjinya dan Yana ketika duduk di bangku kelas dua dulu. Namun, apalah dikata. Sejarah klasik penuntut ilmu yang berlatar ekonomi di bawah baik-baik saja, rupanya memilihnya sebagai bagian cerita orang-orang miskin rupiah di masa lalu, kini dan nanti itu. Apalagi semenjak abahnya koliho asal2, dua tahun silam, tulang punggung keluarga beralih posisi dipegang Mak-nya. Dan ia sebagai anak sulung yang masih memiliki dua saudara tiga dan empat tahun di bawahnya, dengan terpaksa —dan berurai airmata, melepas Yana mengarungi laut menuju Makassar di pagi dingin yang masih mendengkur dan menguras habis tangisnya di pelabuhan Ternate.

Maka setelah satu tahun Erti memendam hasrat menjadi mahasiswa, kini, di tahun ini, Mak mengiyakan proposal berkuliah di Makassar yang disodorkannya pada suatu malam satu bulan lalu.

“Erti so banyak bantu Ma’ jaga warung itu. Walau Erti tidak minta pun, tahun ini Ma’ tetap akan kirim Erti ke Makassar. Ma’ tahu Erti ingin sekali kuliah di Makassar. Alhamdulillah, tabungan Ma’ satu tahun ini sudah cukup untuk berangkatkan Erti ke Makassar dan biaya hidup beberapa bulan berikutnya.”

Kaca-kaca bening di mata Erti langsung pecah demi mendengar kata-kata Mak-nya itu. Lalu dipeluknya wanita setengah abad itu sambil tak berhenti berujar,

Sukur dofu3 Ma’, terima kasih Ma’. Erti janji akan serius kuliah. Erti akan jadi sarjana tepat waktu. Sukur dofu Ma’.”

Sang ibu pun tak kuasa menampung airmatanya yang telah mengapung di kelopak sedari tadi. Dipeluknya erat buah hati pertamanya itu. Ada kelegaan besar yang memancar dari wajah wanita itu. Anaknya sebentar lagi akan kuliah. Menjadi seorang mahasiswa. Di Makassar pula. Ah... leganya hati orang tua yang telah berhasil memenuhi keinginan anaknya.

Malam itu Erti dan Mak-nya bercerita banyak. Mereka menyusun bermacam rencana-. Kapan berangkat, apa yang harusnya dipersiapkan, siapa yang dikabari dan semuanya. Mata mereka terus menyala, pun mulut mereka tak hentinya berceloteh, meski jam dinding telah memekik dua belas kali di ruang tamu dan burung hantu tak hentinya ber-uhu-uhu ria di tenggeran pohon mangga di luar sana. Mereka seakan tak peduli. Malam ini adalah malam mereka, malam seorang janda yang anaknya akan berkuliah di rantau dan malam seorang anak yang sebentar lagi memakai jubah almamater impiannya.

***

Mak baru saja pulang dari Ternate membeli tiket kapal Lambelu yang akan Erti tumpangi ke Makassar esok hari. Tiket kelas ekonomi itu berlindung di balik amplop putih bercap Pelni yang akan jadi bukti legal Erti berdesak-desakan di dalam badan kapal.

“Langsung simpan tiket itu dalam kopor pakaianmu Erti. Jang taru4 di sembarang tempat. Nanti hilang. Kalau tiket itu hilang, terpaksa kau tidak bisa berangkat. Tadi Ma’ antri lama sekali untuk dapatkan tiket itu. Tapi Ma’ masih beruntung masih dapat. Banyak yang tidak dapat tiket. Musim tahun ajaran baru seperti ini tiket habis sangat cepat.”

Erti menurut. Tiket di tangannya sesegera disimpan di kopor pakaiannya pada bagian kantong. Semua barang yang hendak dibawa, telah dipersiapkan. Kopor pakaian, satu kardus mi instan yang di dalamnya berisi kue-kue kering buatan Mak dan pemberian tetangga, serta sekotak kue basah untuk Yana. Kesemuanya sudah siap menanti dibawa Erti ke Makassar.

“Erti, barang-barangnya disimpan di warung saja malam ini ya? Dari rumah cukup bawa tas tangan kecil. Supaya besok kita tidak susah bembeng5 barang berat itu. Tinggal panggil Oto6 dari terminal ambil di warung. Lebih dekat. Kebetulan juga ada kiriman Daeng7 Tanga dan Umi untuk keluarganya di Gowa, jadi lebih bagusnya disimpan di warung saja ya?”

“Iya Ma’. Begitu lebih bagus. Tidak ribet.”

Daeng Tanga dan Umi, pedagang asal negeri yang akan Erti tuju, pemilik ruko di depan warung yang sudah layaknya keluarga sendiri hendak mengirim sesuatu untuk keluarga mereka di Gowa. Jadi untuk mempermudah akses dari terminal, sore itu semua barang bawaan Erti dipindahkan dari rumahnya ke warung.

***

Dar...! Dar...! Dar...!

Erti terlonjak kaget dari tempat tidurnya. Mak yang tidur di sebelahnya segera ia bangunkan.

“Ma’! Ma’ bangun! Ada yang menggedor-gedor pintu.”

“Hah!? Siapa yang bertamu di tengah malam ini?”

“Erti! Sumi! Bangun! Erti! Sumi! Bangun! Pasar Sarimalaha terbakar. Pasar terbakar! Cepat bangun!” Seseorang berteriak panik di luar.

Erti dan Mak sontak berpandangan mendengar teriakan itu. Muka kantuk mereka langsung memasi. Tanpa pikir panjang, dalam kalut yang sangat, mereka menghambur menuju pintu. Bi Ijah, tetangga mereka berdiri tegang begitu pintu terbuka. Wajahnya juga pucat.

“Sumi, pasar terbakar. Pasar hangus. Warung kita terbakar semua. Tidak ada yang tersisa, huhuhu.” Bi Ijah itu langsung menangis.

“Apa!?”

Mata Mak terbelalak. Mata Erti pun tak kalah menyala tajam. Seliuk kesimpulan serta-merta mengitari kepalanya.

Pasar terbakar. Berarti warung terbakar. Berarti barang-barang yang akan kubawa ke Makassar juga terbakar. Dan... Dan tiket kapal besok tentu pula hangus terbakar. Ya Allah... Apa itu artinya hamba tak bisa ke Makassar besok?

***

Erti ternganga memandangi apa yang ada di hadapannya. Isi pasar beserta warung kelontong Mak melapuk. Gosong merongsok bakda dijilati tanpa ampun oleh si jago yang tak lagi merah. Satu unit mobil pemadam kebakaran yang diturunkan ternyata tiada banyak memberi sumbangsih. Api tak berhasil dibuat berhenti menjalari sudut pasar yang sebelumnya belum terjamah.

Banyak orang berlarian tak karuan. Ada yang masih sempat menyelamatkan setengah dagangan mereka. Namun ada yang hanya pasrah pandangi tulang punggung ekonomi keluarga porak-poranda. Teriakan-teriakan menyayat memenuhi langit malam itu. Bercampur aduk dengan asap pekat dan sisa pembakaran yang berarak dan beterbangan. Umi datang dan langsung memeluknya dan Mak sambil menangis.

Ai... Erti... Anakku sayang. Terbakar semuami warung nak. Sumi... habismi isi tokoku kodong, Astagfirullah.”

Erti tak bergerak dari tempatnya. Dilihatnya Mak dan Umi masih berpelukan dalam sedu-sedan yang makin keras. Kemudian ia berpaling kembali memandangi warung.

Ada barang-barangku di dalam sana. Ada tiket kapalku ke Makassar di dalam sana. Ada masa depanku di dalam sana. Ada impianmu di dalam sana. Semuanya... Terbakar!

Sekonyong-konyok dirasai badannya ringan. Tangan dan kakinya seperti melumpuh. Teriakan dan tangis didengarnya mulai samar. Bola matanya kaku. Pandangannya berkunang-kunang lalu gelap. Dan ia pun jatuh terjerembab di tanah yang dirembesi gosong segosong hatinya.

***

Catatan :

1. So : Sudah

2. Koliho Asal : Ungkapan orang-orang Tidore ketika mengabarkan seseorang meninggal dunia. Koliho asal artinya kembali ke asal manusia yaitu pada Allah SWT.

3. Sukur dofu : Terima Kasih

4. Jang taru : Jangan Diletakkan

5. Bembeng : Jinjing

6. Oto : Mobil

7. Daeng : Sapaan bagi lelaki di Makassar.

Makassar, 3 April 2010

Pukul 23.52 WITA

Ide terbesit bakda terbakarnya pasar terbesar di Tidore 28 Maret lalu.


Sunday, November 27, 2011

Mari Bergabung di Forum Lingkar Pena


Forum Lingkar Pena adalah Hadiah Allah untuk Indonesia (Taufik Ismail)

Bapak/ibu, saudara/saudari, kakak, adik, dan semuanya, Forum Lingkar Pena Wilayah Sulawesi Selatan akan menggelar penerimaan anggota baru secara serentak di seluruh cabang dan ranting FLP di Sulawesi Selatan. Acara ini bernama Training of Writing and Recruitment (ToWR) FLP Se-Sulsel 2011. Kegiatan akan berlangsung hari Jumat-Ahad, 23-25 Desember 2011 bertempat di Taman Wisata Pucak Kabupaten Maros.

Kegiatan akan

dihadiri Pipiet Senja (Novelis Senior di Forum Lingkar Pena). Peserta nantinya akan dibekali pengetahuan mengenai dasar kepenulisan baik fiksi maupun nonfiksi.

Syarat Peserta:

1. Terbuka untuk umum, mahasiswa, dan pelajar

2. Mendaftar dan mengisi formulir sebelum tanggal 20 Desember 2011

3. Kontribusi peserta Rp. 75.000,-

Fasilitas Peserta:

1. Ilmu dasar menulis fiksi dan non fiksi

2. Sertifikat

3. Konsumsi, transportasi, dan akomodasi

4. Mendapat 1 buku "Kupu-Kupu Palestina", karya FLP Unhas

5. Follow up sekolah menulis selama dua bulan

6. dll....

Dapatkan formulir di sini:

Makassar:

Unhas: 085 256 815 066

UNM: 085 398 951 811

Unismuh: 085 242 400 704

UIN : 085 241 808 373

Stikes Nani Hasanuddin: 085 256 349 413

STIS Al-Azhar: 085 299 201 952

Pinrang: 085 242 363 097

Sidrap: 085 396 376 227

Maros: 0899 182 7317

Palopo: 085 255 352 464

Pangkep: 085 242 307 087

Sinjai: 085 299 991 802

Sekretariat FLP Sulsel: Jl.Serkamunir No.51 Kel.Karuwisi Makassar

FLP sulsel center: 081524353511

Acara ini didukung oleh:

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

Penerbit Shofia

Rumah Cahaya FLP Sulsel

Tahu Tek Cak Ari

Waroenguniq.co.nr


Wednesday, October 19, 2011

WANITA ITU...



Seperti ada awan hitam yang berarak di antara pandangan mata saya setelah mendengar seranai hidup wanita itu yang tidak seindah warna tulip yang mekar di Keukenhof saban April menggandeng September. Saya kemudian teringat dengan syair diva Negeri Jiran, Siti Nurhaliza, yang serupa kembaran isi hati wanita itu...


BATAS ASAKU

bila kutercipta dari tulang rusukmu

mengapa ku mampu sempurnakan hidupmu

bila ku ada karena kau ada

mengapa kau tak bisa sendiri saja


dalam teguh tak larut belaian

ranum sahaja bukan hiasan

untaian cinta gapai genggaman

yakinkan mimpi dalam iman


batas kusadari raut kodratku

asaku menari terbalut sorbanmu

lembutnya jiwa sambut nestapa

terngiang syahdu iman di dada


bila cerita tak lagi ceria

mahligai cinta merona terlena

senada iman kusimpan derita

kuatkan hati bersimpuh padaNya


dalam agung tak larut belaian

ranum sahaja bukan hiasan

untaian cinta gapai genggaman

yakinkan mimpi dalam iman


bila cerita tak lagi ceria

mahligai cinta merona terlena

senada iman kusimpan derita

kuatkan hati bersimpuh padaNya

a song witten by Siti Nurhaliza and performed by Siti NUrhaliza as OST of ‘Perempuan Berkalung Sorban’


Thursday, October 13, 2011

WE LOVE U, MOM!


SEBENARNYA CINTA


Ini adalah satu dari sekian banyak kisah nyata tentang pengorbanan seorang Ibu. Cerita ini terjadi di Jepang beberapa waktu lalu ketika gempa bumi dan terjangan tsunami meluluhlantakkan negara tersebut.


Ketika gempa bumi sudah mereda, tim SAR telah mencapai puing-puing bangunan rumah ibu muda tersebut. Mereka melihat sesosok tubuh perempuan di antara puing-puing tersebut, tetapi posisi tubuhnya sangat aneh. Dia bersimpuh layaknya orang bersujud, tubuhnya condong ke depan dan kedua tangannya seperti disanggah oleh sebuah benda. Rumah yang rubuh itu telah menimpa kepala dan juga punggungnya.

Dengan penuh kesulitan, kepala tim SAR meletakkan tangannya melalui celah kecil dinding untuk menggapai tubuh wanita tersebut. Dia berharap wanita tersebut masih hidup. Tapi tubuh yang telah dingin serta kaku tersebut mematahkan keyakinannya. Ibu itu telah meninggal.

Dia, dan juga timnya yang lain, meninggalkan rumah tersebut dan akan mencari korban dari puing-puing bangunan yang lain, tetapi karena beberapa alasan dan dorongan batin entah dari mana, ketua tim SAR tersebut tergerak untuk kembali menelusuri sisa rumah wanita tersebut. Lagi-lagi, dia berlutut dan meletakkan tangannya di ruangan kecil di bawah mayat wanita malang tersebut, tiba-tiba dia berteriak kegirangan.

"Ada anak! Lihat! Ada anak dibawah sini!" Keseluruhan tim SAR bergegas membantu. Dengan hati-hati mereka membersihkan puing-puing di sekitar wanita tersebut. Ada seorang bayi (yang kurang lebih berumur 3 bulan) terbungkus di sebuah selimut bermotif bunga-bunga di bawah mayat ibu tersebut. Tentu saja, wanita tersebut telah melakukan pengorbanan luar biasa untuk menyelamatkan anaknya. Bayi mungil tersebut masih tertidur ketika ketua tim SAR menemukannya.

Tim medis segera memeriksa bayi tersebut. Setelah mereka membuka lembaran selimut tersebut mereka melihat sebuah handphone di dalamnya dan terdapat sebuah pesan teks yang ada di layarnya yang berbunyi, "Jika kamu selamat, ingatlah, Ibu mencintaimu."

Handphone tersebut beredar dari satu orang ke yang lainnya, semua yang membaca pesan tersebut bersimpuh dan menitikkan air matanya, "Jika kamu selamat, ingatlah, Ibu mencintaimu." Sebegitu besarnya cinta seorang ibu kepada anaknya!

WE LOVE YOU MOM!

***

Kisah ini dipindahkan dari http://www.facebook.com/photo.php?fbid=2261063060191&set=p.2261063060191&type=1&theater dengan beberapa perubahan tanda baca dan EyD serta penambahan judul.


Sunday, October 09, 2011

SERPIHAN KATA-KATA "WAH!"

Buka draft di HP ternyata pernah nyimpan kata-kata keren di beberapa film. ^_^


DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH

§ “Apapun alasanmu ada di situ, sama dengan alasanku ada di sini.” (Hamid)

§ “Mas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.” (Mak Hamid)

§ “Untuk melewati badai, kita harus tetap berjalan, tidak boleh berhenti. Dan untuk berjalan, kita membutuhkan dua hal yaitu keyakinan dan cinta.” (Lupa kata-katanya siapa. ^_^)

§ “Aku tak perlu mata untuk merasakan kehadiranmu dalam jiwaku.” (Zainab atau Hamid, ya? Lupa juga. ^_^)


TENDANGAN DARI LANGIT

“Cinta itu dipilih, bukan memilih.” (Wahyu)


PARA PENCARI TUHAN JILID 5

§ “Tidak ada yang lebih romatis daripada melibatkan Allah dalam segala keindahan yang kita miliki.” (Bang Jek)

§ “Loe menjadi lemah dan terlalu lemah jika menghadapi orang yang mencintaimu.” (Bang Jek pada Azzam)

§ “Dibenci nggak apa-apa, yang penting dekat aja dulu. Apa bedanya orang yang kita suka dan kita benci? Mereka sama-sama adalah orang yang dekat dengan kehidupan kita. Mereka ada dalam hati dan pikiran kita, hanya saja beda rasa.” (Bang Jek ‘Episode Bang Jek Jatuh Cinta Lagi’)

§ “Kadang, wanita mempertontonkan kecerdasan mereka agar supaya tidak diremehkan dunia, bukan untuk mengambil peran laki-laki.” (Mamanya Azzam)

§ “Gue gak akan rugi nyianyiain waktu untuk urusan akhirat, bahkan jika itu menghabiskan waktu seluruh hidup gue.” (Juki)

§ Dialog Asrul dan Mira (istrinya) tentang apa yang paling penting di dunia ini: hati atau tubuh?

Asrul : “Tanpa hati yang bersih, tubuh tak akan ada gunanya.”

Mira : “Tanpa tubuh, hati kita mau ditempatkan di mana?

Z : Hmm... ^_^


Wednesday, July 20, 2011

SEDIKIT CURHAT PIMNAS XXIV UNHAS 2011


”Hendaklah kamu berdagang, karena di dalamnya terdapat 90 % pintu rezeki.” (HR.Ahmad)


Ini Pengalaman Pertama!

Beberapa tahun ke belakang, saya tidak pernah (bahkan) membayangkan suatu hari nanti saya akan berdiri di depan sejumlah kepala dengan tiga orang bergelar profesor menatapi tajam seperti tadi. Saya pun tiada sejumput ide untuk terjun dalam sebuah aktivitas jual-menjual yang konsepnya keluar dari mic yang menyalurkan suara saya. Ah, saya benar-benar buta perihal “Kewirausahaan”!


Ini Pengalaman Pertama!

Saya cukup berani mengakui bahwa apa yang kami (tim lomba karya kewirausahaan pendukung PIMNAS XXIV), kurang memiliki rasa percaya diri yang menjulang langit selayaknya lawan-lawan kami di ruangan lomba itu. Tiga rekan saya, kerap melaporkan pada saya bahwa jantung mereka berdetak tiga kali lebih cepat dari yang semestinya. Saya memahami betul jikalau wajah merah mereka tak bisa menyembunyikan dumba-dumba yang tak terkira setelah tim-tim lawan kami tampil dengan sedemikian memukaunya! Maka saya yang entah menemukan kekuatan besar dari mana, langsung bertindak sebagai motivator ulung yang berjalan masuk ke dalam hati mereka dan memompa benda itu hingga kembali cerah seperti yang sudah-sudah.


Ini Pengalaman Pertama!

Saya bukan pengusaha. Atau wirusahawan, atau istilah kerennya entrepreneur dari kelas sosial civitas akademika. Niat awal saya mengikuti lomba kewirausahaan ini, tak lain berangkat dari “Ah ini kan karya tulis”! Sebab hubungan tulis-menulis itulah saya mencantumkan nama di ID Card berwarna dominan merah itu. Ah, betapa saya cinta mati dengan TULISAN!


Ini Pengalaman Pertama!

Maka janganlah ditanyakan lagi, betapa menganganya saya mendapati pemaparan jenis usaha, inovasi, strategi pemasaran, cash flow, bentuk barang/jasa, laba, dll, dari tim-tim lawan kami yang tampil (dapat saya katakan) sempurna! Wah... Saya tak henti-hentinya mempertemukan telapak kiri dan kanan tangan saya bersama suara yang meriah. Plok! Plok! Plok!


Ini Pengalaman Pertama!

Terimakasih sebesar-besarnya pada waktu dan kesempatan yang menggiring saya duduk sebegai peserta di lomba karya kewirausahaan itu. Saya tak menyesali pabila di pengumuman pemenang dua hari lagi, nama tim kami tak berjejer di daftar pemenang. Saya sungguh tidak menyesalinya. Saya justru mengucap syukur yang luar biasa besarnya sebab telah diberi pengalaman-pengalaman unik dan pengetahuan kewirausahaan yang mengagumkan.


Ini Pengalaman Pertama!

Olehnya itu, di kepala yang menyimpan berjuta-juta sel dan calon ide dari Allah SWT, saya menuliskan beberapa rencana-rencana masa depan yang semoga menambah deretan sunnah Rasulullah tercinta di buku kisah hidup saya. AMIN...


Ini Pengalaman Pertama!

Namun, saya tak akan berhenti di sini saja! Saya telah menetapkan bahwa ini adalah pijakan pemula dan awal menuju pijakan-pijakan istimewa yang telah menanti saya (saya tentunya mesti bekerja keras dan tak hentinya berdoa pada Allah) di di depan sana. ^_^

***

17:23 WITA (Sesaat setelah presentasi LKT Kewirausahaan Penunjang-

PIMNAS XXIV Unhas 2011)