Tuesday, October 29, 2013

Ternyata Pernah Menulis ini April Kemarin (Hasil bongkar-bongkar file) ^_^





CERITA PERJALANAN
-Bagian 1: Perjalanan Sendiri-

Kita tidak benar-benar sendiri
Ada yang selalu mengawasi
dan menjaga lewat manusia-manusiaNya
—tangan-tangan Allah yang bekerja*.

Jadi ceritanya begini. Saya, dari lahir hingga lulus SMA, tidak pernah keluar dari Pulau Tidore (tidak pernah maksudnya tidak bermukim di luar Tidore). Maka isi pikiran dan gambaran tentang hidup saat itu hanya selebar Tidore dan sesempit layar televisi di ruang keluarga. Sampai suatu ketika, di tahun 2007 silam, saya diharuskan melakukan perjalanan Ternate-Makassar dengan kapal laut selama empat hari tiga malam, seorang diri. Ya, tidak ada keluarga atau teman yang menemani.  Demi mewujudkan cita-cita menuntut ilmu, saya memberanikan diri pergi sendiri. Saat itu harga tiket kapal cukup menguras kantong, tiket pesawat apalagi.

Di Makassar akan ada kakak-kakak sepupu yang menjemput dan ‘mengurus’ saya, tapi empat hari tiga malam, saya mesti ‘mengurus’ diri sendiri. Pertama kali keluar cangkang, saya harus berani. Saya sangat bersyukur pada Allah, selama perjalanan waktu itu, saya dipertemukanNya dengan hamba-hambaNya baik yang kemudian menjadi teman perjalanan. Berkat doa saya ditambah doa mama dan papa di sujud-sujud mereka, saya tiba di Pelabuhan Soekarno-Hatta dengan selamat. Akhirnya saya menginjakkan kaki ini di tanah Celebes.

Saya ingin ke Jawa. Itu yang ada dalam pikiran saya dari tahun pertama hingga ke-tiga di Makassar. Sebenarnya sejak SMP hingga SMA, tujuan lanjut studi yang sudah saya rancang adalah di Kota Malang. Ada UMM: Universitas Muhammadiyah Malang, di sana. Namun rezeki saya ternyata berada di Makassar (sampai sekarang saya masih bertanya-tanya, takdir apa yang mengantarkan saya ke Makassar 0_0). Oleh karena keinginan berada di Malang itu sudah lama ada di hati ini, maka dengan keberanian yang dipaksakan, saya bersiap melakukan perjalanan lagi. Tujuan perjalanan adalah Malang, sepupu saya kuliah di sana, ah... saya punya tempat menginap yang pasti dan aman. Maka bersiaplah saya membeli tiket untuk sampai ke Surabaya dan lanjut ke Malang. Ada dua pilihan berkendara saat itu: pesawat yang cepat tapi menguras kantong atau kapal yang bisa dijangkau tapi memakan waktu 24 jam perjanan. Tabungan untuk perjalanan saya saat itu sebenarnya cukup untuk membeli tiket pesawat, tapi konsekuensinya: pergi bisa bernaung di samping sayap pesawat, tapi pulangnya saya harus membuat sayap sendiri untuk terbang alias menjadi burung. Wah! Itu tidak mungkin, kan? Maka dengan pasrah, saya membeli tiket kapal dan berlayar menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sendiri lagi.

Akhirnya saya akan menginjakkan kaki di pulau Jawa, meski baru di Surabaya. Selama 24 lebih berada di atas kapal antara Makassar dan Surabaya, lagi-lagi saya mendapatkan pengamanan yang super. Dari siapa? Siapa lagi kalau bukan Allah! Doa-doa yang kedua orangtua saya kirimkan tentu didengar-Nya. Saya mendapat tempat yang baik dan sangat layak. Saya katakan sangat layak sebab tiket saya yang bertuliskan economic class tapi saya dapat tempat di kelas wisata aka kelas III. Bukannya saya memanipulasi tiket nih ya, tapi karena saat itu bukan musim liburan dan tiket pesawat sedang murah-murahnya, maka penumpang kapal pun berkurang. Tempat di dek 5 milik Kelas Wisata bisa dipergunakan penumpang kelas ekonomi sesuka-sukanya. Subhanallah... Allah memang Maha Baik!

Oh belum selesai, ditambah lagi, pada waktu yang bersamaan, di kapal itu ada satu kelompok seni asal Maluku Utara yang akan melakukan perjalanan ke Bali sebab mereka akan pentas di sana. Maka saya yang awalnya sendiri, akhirnya punya teman perjalanan. 24 jam lebih menjadi hidup. Tidak boring. Saya bisa berkeliling kapal, naik turun dek satu sampai tujuh (ups! saya tidak jujur. saya belum pernah sampai di dek satu dan dua, Teman, sebab penumpang dilarang masuk ke sana. Itu area ABK. ^0^) tanpa khawatir barang saya akan kecurian karena ada yang menjaga.

Tanjung Perak selalu ramai jika kapal sandar. Kurang lebih pukul 11 pagi kapal yang saya tumpangi berlabuh di Surabaya. Saya tidak akan seperjalanan lagi dengan teman-teman seni dari Ternate tadi. Mereka ke Banyuwangi sementara Malang adalah tujuan saya. Turun dari kapal kami berpisah. Saya lalu mencari agen travel yang akan membawa saya ke Malang. Saya tahu prosedur mencari agen travel bakda turun dari kapal karena Imung CR7 (sepupu saya di Malang) telah menjelaskan rute yang harus saya ambil untuk sampai di Malang. Maka dengan memasang wajah sok tahu sok berani sok berpengalaman, saya lalu berhasil mendapat mobil travel yang nyaman. Demikian memang ilmunya, jika bolang seorang diri, jadilah orang yang sok tahu sok berani sok berpengalaman supaya tidak nampak bodoh dan tidak nampak baru sehingga tidak kena tipu di negeri orang! ;D

Saya tidak pernah bisa tidur jika berada di atas mobil dalam sebuah perjalanan. Ada kerugian yang saya rasakan jika saya sampai ketiduran. Saya akan kehilangan momen dan pemandangan yang pertama kali saya lihat. Perjalanan Surabaya-Malang saya habiskan dengan ber-wah-wah-ria sambil mengetik sms (mengabari keberadaan saya) ke tiga nomor wajib: Mama, Papa, dan Max. Dengan mengabari keberadaan, saya merasa aman dan terjaga.

Saya suka pada perjalanan. Sangat! Perjalanan-perjalanan selalu menghadirkan hikmah dan membuat saya takjub: betapa luas, betapa luarbiasa, betapa keren bumi ini. Ketakjuban itu kemudian bermuara pada ketakjuban tertinggi, betapa Maha Kuasa pencipta bumi ini: Allah SWT. Maka saya ingin terus melakukan perjalanan, singgah di suatu tempat dan belajar di sana.
Keren sekali ya hidup ini, Terimakasih Allah... :)
 
To be continued... (gak tahu kapan nulis lanjutnya. doain yooo...hihi)

*Digubah dari kata-kata Putu Wijaya di sebuah program TV di TVRI bersama Slamet Raharjo (lupa nama program dan tanggalnya). “Manusia adalah tangan-tangan Tuhan yang bekerja”.


No comments: