DULU
di dalam huru
hara
darah muda tumpah
ruah
di jalanan, layar
kaca, kertas-kertas dan rumah tuan pencari
memberdirikan
pilar-pilar nubuwwah
yang mulai rubuh
satu-satu
mereka hanyalah
penonton
dari
jendela-jendela mobil berpendingin
kemudian sejarah
bergulir lewat bibir tebu atau bergincu
dalam kertas
plastik yang dipaku pada deretan pohon jalan
dulu. saya pernah
berada di sana. berbaju koko dan peci —koordinator lapangan
dulu. saya pernah
berada di sana. membaca puisi hingga jilbab basah oleh telaga yang datang dari
mata para syuhada.
dulu. saya
aktivis gerakan
dulu. saya
pengemban dakwah
dulu. saya punya
rambut di bawah dagu
dulu. kerudung
saya panjang dan lebar
dunia
manusia
pada apa yang datang dari langit
mengapa harus ada
kata dulu?
*
—AidaRadar.Masjid
DTBandung.24.9.13;08:01pm
Setelah mendengar
dan terngiang-ngiang kata “dulu” yang terasa merobek-robek hati