Wednesday, July 08, 2015

Catatan Malam ke-21 Ramadhan 1436 Hijriyah

Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan



Alhamdulillah…

Ramadhan telah memasuki hari ke-21 malam ini. Tempat sholat akhwat di Masjid Daarut Tauhiid (DT) penuh. Perbekalan untuk i’tiqaf ada di setiap mata memandang. Dari segala hal yang membuat penghuni Gerlong (Jalan Gegerkalong Girang) senang dan nyaman melaksanakan sholat di Masjid DT, satu hal yang pasti adalah bacaan dan suara Imam Tarawih yang fasih dan merdu saat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Di Masjid DT, setiap malam selama Ramadhan, Imam Tarawih akan membacakan 1 juz Al-Qur’an yang dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama bagi jamaah yang melaksanakan Sholat Tarawih dan Witir 11 raka’at, dan sesi dua bagi mereka yang Tarawih dan Witir 23 raka’at.

Dalam masa sholat tarawih itu, ada dua pula cara jama’ah mengikuti bacaan Al-Qur’an Sang Imam. Cara pertama dengan mendengarkan sebagaimana sholat wajib berjamaah, dan cara kedua memegang Mushaf dan mengikuti dalam hati ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan Imam. Malam ini, malam pertama memasuki 10 hari terakhir Bulan Suci ini, saya memilih mengikuti cara kedua. Jadi saya sholat Tarawih sambil memegang Mushaf dan mengikuti bacaan Iman dimulai dari surah Al-Ankabuut ayat 46 sampai surah Luqman ayat 11 —sesi pertama tarawih 8 raka’at.

Bacaan Al-Qur’an Imam yang lancar membuat saya terpaku mengikuti ayat-ayat yang dibacakan. Walaupun sebelumnya, saya juga meniatkan untuk membagi fokus agar bisa juga memahami bacaan Sang Imam dengan sembari membaca terjemahan ayat-ayatnya. Namun karena bacaan Imam yang lancar tadi, saya tidak mempunyai kesempatan untuk membagi fokus saya ke membaca juga terjemahan semua ayat –ayat yang dibacakan. Meskipun demikian, dalam setiap raka’at, saya ternyata berkesempatan bisa membaca terjemahan satu ayat dari beberapa ayat dalam satu halaman yang dibaca Imam. Inilah enam ayat yang terbaca oleh saya terjemahannya dari surah Al-Ankabuut ayat 46 sampai surah Luqman ayat 11:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, sebagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) Menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ar-Ruum: 50)

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad), sungguh, janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau.” (QS. Ar-Ruum: 60)

“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh (sesembahanmu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Luqman: 11)

Saya memutuskan menulis catatan ini, berangkat dari munculnya tanda tanya yang begitu besar dalam pikiran saya perihal terjemahan ayat-ayat yang terbaca saat Sholat Tarawih itu. Mengapa dari seluruh ayat yang dibacakan Imam, saya mendapati diri membaca terjemahan enam ayat itu? Mengapa dari sekian ayat yang dibacakan Imam, saya merasa seperti digerakkan untuk membaca terjemahan enam ayat itu? Mengapa hanya di bagian enam ayat itu? Jangan tanyakan jawabannya, karena saya sendiri pun masih sedang bingung mencarinya.

Dalam proses mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang saya buat sendiri ini, sementara mengetik bagian ini, pikiran saya terbawa pada percakapan saya via blackberry massager dengan sepupu yang sedang kuliah Magister Psikologi di sebuah universitas di Surabaya. Kami membincang perihal berita hangat yang datang dari sebuah Negara yang katanya adikuasa di muka bumi ini; berita tentang pelegalan sebuah undang-undang yang menuai kontroversi dan kecaman dari banyak pihak, terutama dari pihak umat Islam. Berita yang sejujurnya membuat saya terus mengerut-erutkan jidat karena tak mengerti sekaligus “marah”! Kalian tentu tahu berita apa yang saya maksud.

Di perbincangan itu, setelah bertanya tentang hal-hal dalam ilmu Psikologi yang berhubungan berita hangat itu, saya mengungkapkan ketidakmengertian saya pada pemahaman dan  alasan-alasan pilihan hidup orang-orang yang terlibat dalam kampanye dan usaha pelegalan undang-undang “absurd” tersebut. Sepupu saya menyampaikan pendapatnya, berdasarkan pemahaman ilmu Psikologi yang dimilikinya dan perspektifnya dalam memandang kasus yang dibicarakan di berita hangat itu. Saya membaca kata-kata yang sepupu saya tulis dan menggangguk-anggukan kepala di beberapa bagian. Meski begitu, hingga akhir perbincangan, saya masih tetap tak menemukan pemahaman atau setidaknya kemengertian pada pilihan hidup orang-orang yang mengibarkan bendera pelangi itu.

“…to be honest, once again, I still don’t get it.”
Demikian tulisan saya di akhir percakapan.

Sampai pada mengetik bagian ini, pikiran saya seperti terbuka sedikit atas upaya menghubungkan kebingungan dan ketakmengertian saya perihal berita hangat dari negeri adidaya itu dengan enam ayat yang saya baca terjemahannya di atas. Saya bukannya hendak menyampaikan bahwa maksud enam ayat itu adalah memberi jawaban kebingungan dan ketidakmengetian saya ini. Saya belum punya kapasitas seperti itu. Saya tahu betul mengenai masih dangkalnya pemahaman saya terhadap penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Hanya saja, entah mengapa saya begitu yakin, haqqul yaqin, dengan “penghubung-penghubung” itu (jika kamu pernah membaca kisah atau melihat video pengakuan seorang pria Australia yang awalnya ateis, namun kemudian memutuskan memeluk Islam setelah melakukan pencarian terhadap Tuhan dan menemukan Allah di sebuah ayat Al-Qur’an pada lembaran Mushaf yang dibukanya tanpa rencana tapi menjawab pertanyaannya mengenai keberadaan Tuhan —atau baca di sini, kamu tentu paham haqqul yaqin yang saya maksud).

Terutama karena untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini: Mengapa dari seluruh ayat yang dibacakan Imam, saya mendapati diri membaca terjemahan enam ayat itu? Mengapa dari sekian ayat yang dibacakan Imam, saya merasa seperti digerakkan untuk membaca terjemahan enam ayat? Mengapa hanya di bagian enam ayat itu?, saya merasa diarahkan oleh sebuah dorongan atau kekuatan (saya tak bisa menggambarkannya) untuk membaca terjemahan enam ayat itu. Terlebih lagi, saat membaca ulang terjemahan Al-Qur’an surah Ar-Ruum ayat 21, saya tiba-tiba terdorong untuk perlu membaca terjemahan ayat sebelumnya, ayat 20, karena kekagetan saya pada bagian Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” Begini bunyi terjemahannya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia Menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.” (QS. Ar-Ruum: 20) 

Dari membaca ayat 20 surah Ar-Ruum dan terjemahannya di atas, oh Rabb, pikiran saya sepertinya terbuka pada maksud “…pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri…” ini! Bahwa untuk berkembang biak, meneruskan garis keturunan, jenis merujuk pada manusia dan manusia, BUKAN jenis kelamin yang sama! Itulah sebabnya tak pernah ada kisah atau berita perihal proses awal penciptaan manusia dari pertemuan ovum dan ovum dan/atau pertemuan sperma dan sperma, kan?  Itulah mengapa dua manusia pertama yang Engkau ciptakan adalah Adam dan Hawa, wahai Rabb?

Allahualam Bishawwab.

***

NB: Saya akan sangat senang dan sangat butuh penjelasan dari mereka yang mumpuni dalam hal ini. Terutama penjelasan yang benar apabila saya telah salah memahami makna-makna dari ayat-ayat Al-Qur’an yang dibahas.

No comments: