seorang adik pernah bertanya
“kak, mengapa banyak penyair maskulin
betah berlama-lama menulis sajak di atas pasir? tidakkah mereka berniat menulis
di atas sebuah undangan mawar merah?”
aku bimbang. tak punya jawaban. tapi
harus ada jawaban. adik tidak pernah puas
dengan gelengan.
“entahlah. mungkin saja mereka takut
senyum gadis muda membuat kata-kata yang mereka lahirkan di koran-koran cemburu dan akan bunuh diri sebelum
diterbitkan."
adik itu kaget. dua bola pimpong
menggelinding di matanya.
“ow! mengapa bisa begitu, kak?”
aku tersenyum puas. sebuah jawaban
pamungkas siap mengunci pertanyaan-pertanyaannya.
“entahlah, dik. kakak tidak tahu.
kakak bukan seorang pernyair.”
Tidore, 4.11.12;10:03am
#Ilustrasi: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=494664437223369&set=a.494664413890038.105989.215817075108108&type=1&theater
#Ilustrasi: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=494664437223369&set=a.494664413890038.105989.215817075108108&type=1&theater
2 comments:
saya belum ngerti Da. Ini cerita bersambung atau gimana? *bingung mungkin karena nggak ngikutin awal ceritanya :D
Bukan cerita bersambung kok, Kak. Hanya seperti label cz puisinya pendek-pendek jadi disatukan kayak gitu. Tema tiap post beda-beda kok. :D
Post a Comment