Tuesday, July 02, 2013

Yeah... Masih Puisi ^_^























KAPAN TERAKHIR SAYA MENULIS PUISI?

Bila menarik garis dari Pulau Weh sampai Rote, tidak ada yang akan kamu dapati selain langit abu-abu yang menggantung di plafon kamar. Seperti wajah bocah yang permennnya jatuh di sungai lalu disambar deras arus dari hilir ke hulu.

”Jika ingin menggambarkan perasaan seperti itu, tulislah puisi.”

Puisi katamu adalah jantung yang berdetak setiap saat. Puisi adalah kehidupan di antara napas yang kamu tarik. Manut. Saya lalu menulis puisi. Berlembar-lembar. Berhari-hari. Berhamburan di mana-mana. Banyak sekali. Sementara jantung ini terdengar keluar masuk, mengetuk-ngetuk sebuah nama. Pintu kamu biarkan tertutup saja.

Kita lalu merayakan kelahiran puisi-puisi saya dengan gembira setiap hari.

Namun hari-hari belakangan kamu berjalan ke Timur dan saya ke Barat. Dan di langit, tidak ada merpati yang berlalulalang. Saat itu juga hujan turun deras sekali.

Tanpa perayaan-perayaan, saya lalu menjadi pelupa.

Kapan terakhir saya menulis puisi?
 Apakah sejak Bandung Bondowoso tidak mampu membangun 1000 candi untuk Roro Jonggrang?
Ataukah di saat kamu tidak percaya bahwa langit juga ternyata punya warna biru
—bahkan jika itu hanya ada di langit-langit kamar?

Kapan terakhir saya menulis puisi?
Saya rasa, puisi-puisi melarikan diri
bersama jejak sepatu yang saya hapus pagi itu.


*
—AR,Bdg.15.6.13;04:17pm.


#Ilustrasi diambil dari http://inaachik.blogspot.com/2012/05/kenapa.html

Sunday, June 30, 2013

POEM...READ...AUDIO...




I knew this poem when I was studying Reading 4 in my undergraduate. Mirror was written by Sylvia Plath, a poet from USA. I was really interested in this poem after understanding (subjective view, of course) the meaning and after reading more analyses about it. In this post, I'm trying to make the audio of the poem. Hope you enjoy, guys. And please, don't pull a long face if you don't find the satisfaction you want. I'm still learning. :)

Poem is available here
For downloading the audio, click here

Wednesday, May 01, 2013

MOVE ON



















DI SEBUAH DERMAGA

I
di dermaga itu pernah saya labuhkan kapal
bersandar lama. saya mencacat,
almanak di kabin nahkoda empat kali diganti abk
saya jarang keluar kapal
padahal ketika mata hanya punya lautan
tanah selalu mengambil tempat duduk di baris paling depan
hanya karena belabuh di dermaga itu. saya lalu lupa pada mobil, motor, becak dan sepeda yang berlalulalang di depan buritan.
sejak berlabuh waktu itu, saya punya hobi baru:
suka menyambut mentari yang tiba di ufuk pagi-pagi sekali sambil berdiri di atas haluan.
di tengah samudera, betapa tidak beruntungnya saya tidak pernah menuliskannya di buku agenda.
dermaga itu, seperti meniupkan kembali ruh di jasad saya.

II
kemarin
(setelah pohon kesturi yang saya tanam di dekat kantor syahbandar berbunga lagi)
sekonyong-koyong ada angin datang membawa kabar:
ada kapal yang akan tiba esok. saat ayam bangun tidur, kapal ini mesti berlayar kembali. 

III
di dermaga itu pernah saya labuhkan kapal
bersandar lama.
di situ pula saya angkat jangkar.
siap melarung laut kembali.

IV
semoga kapal yang datang besok
nahkodanya mampu membuat bunga kesturi yang saya tanam di dekat kantor syahbandar
(yang hanya pernah berbunga saja)
berbuah lebat.

 ***
—AR,Makassar,19.2.13;09:10am


*Ilustrasi diambil dari http://b.vimeocdn.com/ts/280/612/280612512_640.jpg