Friday, April 22, 2016

Opini MALUT POST 31 Maret 2016





GURU PENELITI, STANDAR PROFESI GURU
DAN PENELITIAN KOLABORATIF

Ummu Syahidah
(Mahasiswi Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
ummusyahidah.arb@gmail.com)

Menjadi guru berarti menjadi bagian dari usaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dapat dilakukan secara formal maupun non-formal. Tulisan ini berfokus pada usaha formal berupa penguasaan kompetensi inti guru yang berhubungan dengan jenjang jabatan fungsional profesinya. Dalam uraian Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 pada poin ke-10 Kompetensi Pedagogik disebutkan bahwa kompetensi inti yang harus dimiliki guru di semua jenjang pendidikan mulai dari PAUD hingga SMA adalah melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Realisasi poin ini selanjutnya dideskripsikan dalam tiga sub-poin. Dari tiga sub-poin tersebut, sub-poin terakhir tentang melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berhubungan erat dengan berubah tidaknya jabatan fungsional seseorang yang berprofesi sebagai guru.

Sebagai sebuah profesi, guru dituntut untuk bekerja secara profesional. Keprofesionalan formal seorang guru dinilai dari kemampuan kerjanya yang mencapai standar profesi yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui PermenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam uraian standar profesi tersebut, setiap guru yang dikatakan professional apabila memiliki angka kredit tertentu dari aktivitas publikasi ilmiah atau menciptakan karya inovatif, mulai dari guru, jabatan Guru Pertama hingga Guru Madya (lihat Pasal 17). Tuntutan pemerintah akan standar profesi pada guru tentunya telah dipertimbangkan korelasinya dengan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut. Satu korelasi yang mungkin adalah keinginan agar pangkat yang beranjak naik beriringan juga dengan kualitas guru dan pembelajarannya. Oleh karena itu, melakukan penelitian tindakan kelas sebagaimana diamanahkan pada sub-poin 3 sebagai usaha memiliki Kompetensi Pedagogik diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan bonus mengantarkan guru tersebut pada peningkatan jabatan fungsionalnya.

Namun, demi memenuhi tuntutan standar profesi dan kualitas pembelajaran lewat pelaksanaan penelitian tindakan kelas. guru ternyata berhadapan dengan berbagai macam kendala. Dr. Raqib Chowdhury dari Fakultas Pendidikan Monash University dalam presentasinya di Konferensi Internasional Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada 25 September 2015 menyebutkan setidaknya ada 17 kendala yang sering dihadapi guru saat melakukan penelitian. Dari 17 kendala tersebut ada 6 tipe kendala yang dalam simpulan penulis memenuhi konteks guru Indonesia, yaitu (1) beban waktu dalam aktivitas mengajar (heavy workload), (2) kurangnya inisiatif (lack of autonomy), (3) kurang berpengalaman dalam meneliti khususnya dalam penelitian tindakan kelas (inexperience), (4) berorientasi pada mengajar untuk ujian (exam-oriented teaching), (5) kesulitan dalam mendapatkan referensi dan materi penelitian berupa jurnal dan tulisan-tulisan hasil penelitian lainnya (difficulties in getting educational research reading materials), dan (6) kolega yang tidak kooperatif (uncooperative colleagues). Kendala-kendala ini membuat para guru akhirnya stagnan dengan usaha peningkatan kualitas pendidikan melalui kegiatan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah.

Padahal pada dasarnya guru adalah peneliti. Aktifitas mengajar dan mendidik yang dilakukan guru di sekolah seperti mendesain RPP, mengimplementasikan RPP, mengobservasi pembelajaran, menganalisis hasil pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran, menurut Dr. Raqib adalah juga aktivitas yang dilakukan saat melaksanakan penelitian tindakan kelas. Akan tetapi karena kendala-kendala yang dihadapi, seperti yang telah disebutkan di atas, para guru sepertinya mengalami kesulitan melaksanakan perannya. Hal ini akan mengganggu langkah profesi para guru dan keprofesionalannya yang tentu saja akan berdampak pada molornya usaha peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Oleh sebab itu, perlu ada upaya dari segala penjuru untuk mengatasi, atau setidaknya meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi para guru tersebut.

Sebagai bagian dari upaya itu, sebuah studi yang dilakukan oleh Asep Supriatna dari Universitas Pendidikan Indonesia di Sumedang, Jawa Barat, mengaplikasikan konsep penelitian kolaboratif. Dalam konsep penelitian kolaboratif ini, guru dan dosen berkolaborasi dan bekerjasama melakukan penelitian. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa konsep penelitian kolaboratif ternyata terbukti efektif dan efisien dalam membantu meningkatkan performa guru sebagai peneliti. Konsep penelitian kolaboratif ini juga diimplementasikan oleh guru SDN Percobaan 2 Malang dan dosen Universitas Negeri Malang yang mengungkapkan bahwa penelitian kolaboratif yang mereka terapkan memberikan dampak positif pada pemahaman siswa membaca teks matematika melalui metode Read, Think, and Take a Note (baca Kerja Sama Indonesia-Amerika Serikat lewat Program USAID Prioritas di CNN Indonesia online 4 Februari 2015). 

Merujuk ke hasil dua studi itu, konsep penelitian kolaboratif guru dan dosen akan meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, baik dari peningkatan pemahaman siswa dalam pembelajaran maupun guru dalam membantu menyelesaikan kendala-kendala saat melakukan penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas yang menjadi tuntutan standar profesi guru. Melalui konsep penelitian kolaboratif, guru dan dosen akan saling membantu dalam menjalankan perannya. Guru membantu dosen mengaplikasikan praktek-praktek pembelajaran, sementara dosen membantu dan memperkuat guru dalam mengimplementasikan teori-teori pembelajaran yang relevan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi guru, seperti enam kendala yang telah disebutkan sebelumnya. 


Kolaborasi guru dan dosen dalam melakukan penelitian tindakan kelas perlu mendapatkan perhatian, khususnya pemerintah daerah. Sebaiknya ada upaya sistematis yang dikelola pemerintah melalui dinas pendidikan daerah untuk merealisasikan konsep penelitian kolaboratif guru dan dosen ini dalam sebuah program yang tetap dan berkelanjutan. Sebab konsep penelitian kolaboratif guru dan dosen, demi menjadi bagian dari usaha memenuhi standard profesi guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan, akan dapat dijalankan secara maksimal dengan campur tangan pemerintah lewat dinas pendidikan daerahWallahualam.*


—Tulisan ini dimuat di Malut Post, 31 Maret 2016

 

No comments: