GURU
PENELITI, STANDAR PROFESI GURU
DAN
PENELITIAN KOLABORATIF
Ummu
Syahidah
(Mahasiswi
Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
ummusyahidah.arb@gmail.com)
Menjadi guru berarti menjadi bagian dari
usaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dapat dilakukan secara formal
maupun non-formal. Tulisan ini berfokus pada usaha formal berupa penguasaan
kompetensi inti guru yang berhubungan dengan jenjang jabatan fungsional
profesinya. Dalam uraian Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 pada poin ke-10
Kompetensi Pedagogik disebutkan bahwa kompetensi inti yang harus dimiliki guru
di semua jenjang pendidikan mulai dari PAUD hingga SMA adalah melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran. Realisasi poin ini selanjutnya
dideskripsikan dalam tiga sub-poin. Dari tiga sub-poin tersebut, sub-poin
terakhir tentang melakukan penelitian
tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berhubungan erat
dengan berubah tidaknya jabatan fungsional seseorang yang berprofesi sebagai
guru.
Sebagai sebuah profesi, guru dituntut
untuk bekerja secara profesional. Keprofesionalan formal seorang guru dinilai
dari kemampuan kerjanya yang mencapai standar profesi yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui PermenPAN-RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya. Dalam uraian standar profesi tersebut, setiap guru
yang dikatakan professional apabila memiliki angka kredit tertentu dari
aktivitas publikasi ilmiah atau menciptakan karya inovatif, mulai dari guru,
jabatan Guru Pertama hingga Guru Madya (lihat Pasal 17). Tuntutan pemerintah
akan standar profesi pada guru tentunya telah dipertimbangkan korelasinya
dengan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut.
Satu korelasi yang mungkin adalah keinginan agar pangkat yang beranjak naik
beriringan juga dengan kualitas guru dan pembelajarannya. Oleh karena itu,
melakukan penelitian tindakan kelas sebagaimana diamanahkan pada sub-poin 3
sebagai usaha memiliki Kompetensi Pedagogik diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan bonus mengantarkan guru
tersebut pada peningkatan jabatan fungsionalnya.
Namun, demi memenuhi tuntutan standar
profesi dan kualitas pembelajaran lewat pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
guru ternyata berhadapan dengan berbagai macam kendala. Dr. Raqib Chowdhury
dari Fakultas Pendidikan Monash University
dalam presentasinya di Konferensi Internasional Bahasa Inggris di Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta, pada 25 September 2015 menyebutkan setidaknya ada 17
kendala yang sering dihadapi guru saat melakukan penelitian. Dari 17 kendala
tersebut ada 6 tipe kendala yang dalam simpulan penulis memenuhi konteks guru
Indonesia, yaitu (1) beban waktu dalam aktivitas mengajar (heavy workload), (2) kurangnya inisiatif (lack of autonomy), (3) kurang berpengalaman dalam meneliti
khususnya dalam penelitian tindakan kelas (inexperience),
(4) berorientasi pada mengajar untuk ujian (exam-oriented
teaching), (5) kesulitan dalam mendapatkan referensi dan materi penelitian
berupa jurnal dan tulisan-tulisan hasil penelitian lainnya (difficulties in getting educational research reading
materials), dan (6) kolega yang tidak kooperatif (uncooperative colleagues). Kendala-kendala ini membuat para guru
akhirnya stagnan dengan usaha peningkatan kualitas pendidikan melalui kegiatan
penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah.
Padahal pada dasarnya guru adalah peneliti. Aktifitas mengajar dan
mendidik yang dilakukan guru di sekolah seperti mendesain RPP,
mengimplementasikan RPP, mengobservasi pembelajaran, menganalisis hasil
pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran, menurut Dr. Raqib adalah juga
aktivitas yang dilakukan saat melaksanakan penelitian tindakan kelas. Akan
tetapi karena kendala-kendala yang dihadapi, seperti yang telah disebutkan di
atas, para guru sepertinya mengalami kesulitan melaksanakan perannya. Hal ini
akan mengganggu langkah profesi para guru dan keprofesionalannya yang tentu
saja akan berdampak pada molornya usaha peningkatan kualitas pendidikan
Indonesia. Oleh sebab itu, perlu ada upaya dari segala penjuru untuk mengatasi,
atau setidaknya meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi para guru tersebut.
Sebagai bagian dari upaya itu, sebuah studi yang dilakukan oleh Asep
Supriatna dari Universitas Pendidikan Indonesia di Sumedang, Jawa Barat,
mengaplikasikan konsep penelitian kolaboratif. Dalam konsep penelitian
kolaboratif ini, guru dan dosen berkolaborasi dan bekerjasama melakukan
penelitian. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa konsep penelitian kolaboratif
ternyata terbukti efektif dan efisien dalam membantu meningkatkan performa guru
sebagai peneliti. Konsep penelitian kolaboratif ini juga diimplementasikan oleh
guru SDN Percobaan 2 Malang dan dosen Universitas Negeri Malang yang
mengungkapkan bahwa penelitian kolaboratif yang mereka terapkan memberikan
dampak positif pada pemahaman siswa membaca teks matematika melalui metode Read, Think, and Take a Note (baca Kerja
Sama Indonesia-Amerika Serikat lewat Program USAID Prioritas di CNN Indonesia online 4 Februari 2015).
Merujuk ke hasil dua studi itu, konsep penelitian kolaboratif guru dan
dosen akan meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, baik dari peningkatan
pemahaman siswa dalam pembelajaran maupun guru dalam membantu menyelesaikan
kendala-kendala saat melakukan penelitian, khususnya
penelitian tindakan kelas yang menjadi tuntutan standar profesi guru. Melalui
konsep penelitian kolaboratif, guru dan dosen akan saling membantu dalam
menjalankan perannya. Guru membantu dosen mengaplikasikan praktek-praktek
pembelajaran, sementara dosen membantu dan memperkuat guru dalam
mengimplementasikan teori-teori pembelajaran yang relevan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi guru, seperti enam kendala yang telah disebutkan
sebelumnya.
Kolaborasi guru dan dosen dalam melakukan penelitian tindakan kelas perlu
mendapatkan perhatian, khususnya pemerintah daerah. Sebaiknya ada upaya
sistematis yang dikelola pemerintah melalui dinas pendidikan daerah untuk
merealisasikan konsep penelitian kolaboratif guru dan dosen ini dalam sebuah
program yang tetap dan berkelanjutan. Sebab konsep penelitian kolaboratif guru
dan dosen, demi menjadi bagian dari usaha memenuhi standard profesi guru untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, akan dapat dijalankan secara maksimal dengan
campur tangan pemerintah lewat dinas pendidikan daerah. Wallahualam.*
—Tulisan ini dimuat di
Malut Post, 31 Maret 2016