Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan |
Alhamdulillah…
Ramadhan
telah memasuki hari ke-21 malam ini. Tempat sholat akhwat di Masjid Daarut
Tauhiid (DT) penuh. Perbekalan untuk i’tiqaf
ada di setiap mata memandang. Dari segala hal yang membuat penghuni Gerlong
(Jalan Gegerkalong Girang) senang dan nyaman melaksanakan sholat di Masjid DT, satu
hal yang pasti adalah bacaan dan suara Imam Tarawih yang fasih dan merdu saat membacakan
ayat-ayat Al-Qur’an. Di Masjid DT, setiap malam selama Ramadhan, Imam Tarawih akan
membacakan 1 juz Al-Qur’an yang dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama bagi jamaah
yang melaksanakan Sholat Tarawih dan Witir 11 raka’at, dan sesi dua bagi mereka
yang Tarawih dan Witir 23 raka’at.
Dalam
masa sholat tarawih itu, ada dua pula cara jama’ah mengikuti bacaan Al-Qur’an
Sang Imam. Cara pertama dengan mendengarkan sebagaimana sholat wajib berjamaah,
dan cara kedua memegang Mushaf dan mengikuti dalam hati ayat-ayat Al-Qur’an
yang dibacakan Imam. Malam ini, malam pertama memasuki 10 hari terakhir Bulan Suci
ini, saya memilih mengikuti cara kedua. Jadi saya sholat Tarawih sambil memegang
Mushaf dan mengikuti bacaan Iman dimulai dari surah Al-Ankabuut ayat 46 sampai
surah Luqman ayat 11 —sesi pertama tarawih 8 raka’at.
Bacaan
Al-Qur’an Imam yang lancar membuat saya terpaku mengikuti ayat-ayat yang
dibacakan. Walaupun sebelumnya, saya juga meniatkan untuk membagi fokus agar
bisa juga memahami bacaan Sang Imam dengan sembari membaca terjemahan ayat-ayatnya.
Namun karena bacaan Imam yang lancar tadi, saya tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi fokus saya ke membaca juga terjemahan semua ayat –ayat yang
dibacakan. Meskipun demikian, dalam setiap raka’at, saya ternyata berkesempatan
bisa membaca terjemahan satu ayat dari beberapa ayat dalam satu halaman yang
dibaca Imam. Inilah enam ayat yang terbaca oleh saya terjemahannya dari surah
Al-Ankabuut ayat 46 sampai surah Luqman ayat 11:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya
ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah,
sebagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti
Dia pasti (berkuasa) Menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. Ar-Ruum: 50)
“Maka bersabarlah engkau
(Muhammad), sungguh, janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai
orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan
engkau.” (QS. Ar-Ruum: 60)
“Inilah ciptaan Allah, maka
perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh (sesembahanmu)
selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan
yang nyata.” (QS. Luqman: 11)
Saya
memutuskan menulis catatan ini, berangkat dari munculnya tanda tanya yang
begitu besar dalam pikiran saya perihal terjemahan ayat-ayat yang terbaca saat Sholat
Tarawih itu. Mengapa dari seluruh ayat
yang dibacakan Imam, saya mendapati diri membaca terjemahan enam ayat itu?
Mengapa dari sekian ayat yang dibacakan Imam, saya merasa seperti digerakkan
untuk membaca terjemahan enam ayat itu? Mengapa hanya di bagian enam ayat itu? Jangan
tanyakan jawabannya, karena saya sendiri pun masih sedang bingung mencarinya.
Dalam
proses mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang saya buat sendiri ini,
sementara mengetik bagian ini, pikiran saya terbawa pada percakapan saya via blackberry massager dengan sepupu yang
sedang kuliah Magister Psikologi di sebuah universitas di Surabaya. Kami
membincang perihal berita hangat yang datang dari sebuah Negara yang katanya adikuasa
di muka bumi ini; berita tentang pelegalan sebuah undang-undang yang menuai
kontroversi dan kecaman dari banyak pihak, terutama dari pihak umat Islam. Berita
yang sejujurnya membuat saya terus mengerut-erutkan jidat karena tak mengerti
sekaligus “marah”! Kalian tentu tahu berita apa yang saya maksud.
Di
perbincangan itu, setelah bertanya tentang hal-hal dalam ilmu Psikologi yang
berhubungan berita hangat itu, saya mengungkapkan ketidakmengertian saya pada
pemahaman dan alasan-alasan pilihan
hidup orang-orang yang terlibat dalam kampanye dan usaha pelegalan
undang-undang “absurd” tersebut. Sepupu saya menyampaikan pendapatnya,
berdasarkan pemahaman ilmu Psikologi yang dimilikinya dan perspektifnya dalam
memandang kasus yang dibicarakan di berita hangat itu. Saya membaca kata-kata
yang sepupu saya tulis dan menggangguk-anggukan kepala di beberapa bagian.
Meski begitu, hingga akhir perbincangan, saya masih tetap tak menemukan
pemahaman atau setidaknya kemengertian pada pilihan hidup orang-orang yang mengibarkan
bendera pelangi itu.
“…to be honest, once again, I still
don’t get it.”
Demikian
tulisan saya di akhir percakapan.
Sampai
pada mengetik bagian ini, pikiran saya seperti terbuka sedikit atas upaya
menghubungkan kebingungan dan ketakmengertian saya perihal berita hangat dari negeri
adidaya itu dengan enam ayat yang saya baca terjemahannya di atas. Saya
bukannya hendak menyampaikan bahwa maksud enam ayat itu adalah memberi jawaban
kebingungan dan ketidakmengetian saya ini. Saya belum punya kapasitas seperti
itu. Saya tahu betul mengenai masih dangkalnya pemahaman saya terhadap
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Hanya saja, entah mengapa saya begitu yakin, haqqul yaqin, dengan “penghubung-penghubung”
itu (jika kamu pernah membaca kisah atau melihat video pengakuan seorang pria
Australia yang awalnya ateis, namun kemudian memutuskan memeluk Islam setelah
melakukan pencarian terhadap Tuhan dan menemukan Allah di sebuah ayat Al-Qur’an
pada lembaran Mushaf yang dibukanya tanpa rencana tapi menjawab pertanyaannya
mengenai keberadaan Tuhan —atau baca di sini, kamu tentu paham haqqul yaqin yang saya maksud).
Terutama
karena untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini: Mengapa dari seluruh ayat yang dibacakan Imam, saya mendapati diri
membaca terjemahan enam ayat itu? Mengapa dari sekian ayat yang dibacakan Imam,
saya merasa seperti digerakkan untuk membaca terjemahan enam ayat? Mengapa
hanya di bagian enam ayat itu?, saya merasa diarahkan oleh sebuah dorongan
atau kekuatan (saya tak bisa menggambarkannya) untuk membaca terjemahan enam
ayat itu. Terlebih lagi, saat membaca ulang terjemahan Al-Qur’an surah Ar-Ruum
ayat 21, saya tiba-tiba terdorong untuk perlu membaca terjemahan ayat
sebelumnya, ayat 20, karena kekagetan saya pada bagian Dan di antara tanda-tanda
(kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan
di antaramu rasa kasih dan sayang.” Begini bunyi terjemahannya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya
ialah Dia Menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi)
manusia yang berkembang biak.” (QS. Ar-Ruum: 20)
Dari
membaca ayat 20 surah Ar-Ruum dan terjemahannya di atas, oh Rabb, pikiran saya
sepertinya terbuka pada maksud “…pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri…” ini! Bahwa untuk berkembang biak, meneruskan garis keturunan,
jenis merujuk pada manusia dan manusia, BUKAN jenis kelamin yang sama! Itulah
sebabnya tak pernah ada kisah atau berita perihal proses awal penciptaan
manusia dari pertemuan ovum dan ovum dan/atau pertemuan sperma dan sperma, kan?
Itulah mengapa dua manusia pertama yang
Engkau ciptakan adalah Adam dan Hawa, wahai Rabb?
Allahualam Bishawwab.
***