Saat mengikuti kuliah sore tadi, ada hal mencolok dari Pak Dosen yang saya perhatikan. Mencolok di sini bukan berarti beliau memakai sesuatu yang menarik perhatian seluruh isi kelas. Saya mengira, hanya saya sendiri saja yang merasa itu adalah hal yang mencolok. Entah teman-teman lain bagaimana memandangnya. Saya tidak bertanya pendapat mereka. Jadi pada bagian ini, saya merasa menjadi satu-satunya yang memperhatikan. Iya. Begitu saja, agak kalian tidak perlu diputar-putar lagi (hanya) pada kata-kata pembuka ini. (berasa skripsi ya?) Hehe ^_^
Jadi begini. Sesuatu yang saya perhatian dari Pak Dosen itu adalah jari manis di tangan kanannya yang dilingkari sebuah besi berwarna emas. Apalagi kalau bukan cincin. Iya, cincin. Cincin emas.
Cincin itu mengilap sekali. Nampaknya cincin itu baru saja dicuci. Benar! Saya yakin itu. Mengapa? Sebab seseorang yang rambutnya sudah beruban seperti beliau, kadar kilapan cincin belum tentu bisa se-mentereng itu. Kehidupan yang telah dijalani bertahun-tahun tentu memungkinkannya berubah kusam.
Cincin itu menjadi semakin menyilaukan mata saya, ketika kedua tangan beliau berada di depan dada. Sebab beliau menjelaskan materi sambil berdiri (tak jauh dari tepat di depan saya), saya menjadi semakin fokus pada gerak tangan kanannya, tepat di jari manis itu. Fokus saya cukup lama ada di sana, sembari telinga berusaha menangkap apapun yang beliau katakan.
Saya tidak tahu apakah saat memperhatikan jari manis dan cincin emas yang melingkarinya, pembahasan materi kuliah tersimpan di kepala saya atau tidak. Tapi sepertinya ada sedikit. Hehe...
Jelasnya saya hanya tahu, di cincin itu, tak cuma ada sebuah besi berwarna emas yang melingkar di jari manis kanan seorang lelaki. Di cincin emas itu, ada sebuah janji, -yang kokoh- dibangunnya bersama seseorang: wanita yang selalu bersama dan menunggu beliau di sebuah tempat dan memakai cincin yang sama, yang melingkari jari manisnya di tangan bagian kanan.
Sampai berakhir kuliah, saat melihat tangan dan cincin Pak Dosen, saya merasa hati menjadi lembut dengan doa-doa dan saya tak berhenti tersenyum, diam-diam, mengikuti punggung beliau yang keluar dari kelas.
^_^
#Ilustrasi dari sini