Assalamuálaikum,
Cerpen PEREMPUAN-PEREMPUAN PENUNGGU MALAM awalnya terbersit kala suatu malam, aku pulang dari sebuah pertemuan di asrama putri Nuku. Aku sudah lupa tepatnya kapan. Waktu itu sudah lumayan larut. Ada satu hal yang mencuri perhatianku. Satu hal itu adalah sebuah tenda berwarna biru dan sudah usang. Dibawah tenda itu bernaung dua wanita senja yang ternyata adalah penjual jagung bakar. Aku kagum sekaligus heran dengan mereka. Sudah setua itu tapi masih bersemangat berjualan, sampai telah malam lagi. Sedangkan wanita yang di pasar, sebenarnya bukan penjual ikan bakar, tapi penjual kue dengan memakai sepeda butut. Aku melihatnya ketika ia sedang menawarkan dagangannya dengan wajah memelas. Aku sangat terenyuh melihat keadaannya seperti itu. Jadi wanita penjual ikan bakar itu hanya tokoh fiktif. Begitu pula tokoh ibu Niar. Ia juga adalah tokoh fiktif yang aku buat untuk memperkuat isi cerita.
Setelah merampungkan cerpen ini, aku memberanikan diri mengirimnya. Tapi... aku belum beruntung. Cerpen ini tidak dimuat. Aku bingung, ada apa dengan cerpenku? Mengapa ia tidak dimuat? Apakah ceritanya jelek? Atau apa? Mereka tidak pernah memberi komentar. Sampai akhirnya aku menemukan seorang kakak yang bersedia memberi komentar cerpenku ini. Melalui e-mail ia mengoreksi cerpenku. Menurutnya, lumayan banyak kesalahan penulisan awalan dan akhiran didalamnya. Karya yang hendak dikirim ke media sebaiknya tanpa cacat agar mereka tidak capek-capek lagi mengeditnya dan langsung dimuat, lanjutnya lagi. Jadi cerpen PEREMPUAN-PEREMPUAN PENUNGGU MALAM yang posting dibawah ini telah di edit oleh sang kakak tadi. Jazakallah ya kak atas bantuannya...
Oh ya ada lagi. Kata kakak itu , sebenarnya ide ceritaku unik. Tapi penuturanku masih kaku. Aku akui itu. Aku masih sangat kaku. Harap maklumlah, aku ini masih dalam proses belajar. Predikat penulis pemula pun belum tentu kugaet sekarang. Jadi ya... gitu deh lumayan kaku. Selain itu, cerpen ini alurnya masih datar. Belum ada ledakan yang membuatnya spesial. Gambaran tentang tokoh masih belum mengena hingga kakak itu belum bisa menangkap ekspresi apa dan bagaimana dari tiap-tiap tokoh. Hupf.... lagi-lagi aku akui itu. Kemampuanku dalam deskriptif masih sangat parah. Makanya pembacanya ngomong seperti itu. Terlepas dari semua kritikan sang kakak itu, aku bersyukur karena melalui komentarnya yang pedas dan tanpa tedeng aling-aling, membuatku tahu dimana kekuranganku.
Oleh karena itu, aku mohon pada teman-teman yang sempat membuka blog ini dan sempat membaca cerpen ini maupun tulisan-tulisan lainnya, untuk meninggalkan komentarnya sebelum meninggalkan blog. Aku berharap sekali teman-teman dapat membantuku mendeteksi kelemahanku agar aku bisa lebih berkembang dan lebih bisa menulis dengan baik. Jangan lupa nah.... lupa ifa a...... untuk teman-teman yang memberi komentar, Jazakallah Khairan ya sebelumnya.
Wassalamuálaikum
By Aida_Radar
No comments:
Post a Comment