“WANITA
IMAM DAN LELAKI CAHAYA”
Karya Aida Radar
Beberapa karya dalam buku ini bertema pendidikan dan
sarat dengan nilai-nilai religius. Aida Radar adalah penulis yang berorientasi
pada pemikiran sesuatu yang ada di sekitarnya. Dari kehidupan pribadi,
bertetangga sampai kehidupan sosial yang selalu mencerminkan nilai religius,
moral dan sosial budaya. Berkat minat, ketekunan, kesabaran dan totalitas,
penulis yang bukan berasal dari jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia ini
membuktikan bahwa sastra adalah milik semua orang dan ia bisa berprestasi
karenanya. Sebab sastra adalah cermin dan potret kehidupan. Saya berharap
imajinasi Aida bisa menjadi motor penggerak generasi berikutnya di Universitas
Muhammadiyah Makassar, khususnya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
tempatnya menimba ilmu.
(Haslinda,
S.Pd., M.Pd., Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Universitas
Muhammadiyah Makassar)
Buku ini bukti bahwa tiap cerita tidak harus diselesaikan berpanjang lebar,
ending yang singkat bisa menjadi sangat cukup dan mengejutkan.
Sederhana tapi tetap manis. Aida yang seorang mahasiswa mampu menggambarkan
kita sosok dosen dengan paket yang lengkap, tanpa menggurui di cerpen Engku
Badar. Membuat para pengajar ingin menjadi seperti sosok Engku Badar. Kumpulan
cerpen dan puisi ini berisi banyak pesan moral. Selamat buat Aida!
(Muhallim
Djamaluddin, S.Pd., Presenter “English Corner” di TVRI Sulsel)
Dalam buku ini, Aida Radar banyak bercerita tentang
pertemuan. Pertemuan memang, sekecil apapun, oleh siapa dan apapun, akan
mengundang beribu perasaan. Entah perasaan itu hanya berujung pada
pertanyaan-pertanyaan, bukanlah sesuatu yang penting dipertanyakan. Yang
menarik adalah adakah hal terluput dari pertemuan-pertemuan itu? Aida Radar
sebagai penulis muda potensial mencoba untuk mengajak pembaca agar tidak luput
dalam setiap pertemuan di alam ini. Sebagai penulis kelahiran Tidore, besar
harapan kita agar Aida Radar bisa mempertahankan capaian-capaian yang
diperolehnya selama ini. Sehingga kelak, penulis-penulis dari Timur Indonesia
mampu berbicara banyak dalam peta kesusasteraan tanah air.
(Fitrawan Umar,
Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sulsel)