Friday, April 16, 2010

................?

antara kau dan aku yang membasi


entah mengapa aku merasa percakapan antara kita mulai tercium basi

tak lagi kutemukan warna kelembutan yang dulu tiada henti menyusup jika jarak dan waktu yang membatas, menyatukan kita dalam sebuah wacana penuh kekaguman dan sikap rendah hati

semuanya terjengkal jauh entah di sudut pemukiman dalam belantara bagian mana


kau semakin terang

cahayamu kian menyilaukan

tentu! kuakui itu

namun dalam dua garis mataku yang terjaga

kau malah meredup

kau semakin gelap kuraih

meski neon telah erat kudekap di depan pancaran minusku

tetap saja kaisan segala penjurunya tak pernah bisa menjangkaumu kembali

yah... setidaknya sampai rangkaian kata ini kususun


aku selalu mencoba mencakupkan positif sebesar matahari guna menghalau tanda kurang— sang rival abadi, setia intip-mengintip saban detik waktu mengganti angka

aku selalu mencoba itu

dan ayal tak bersepaham, kerap napasku menghembus cepat bakda satu tarikan sebelumnya yang mengurut dada

kau semakin jauh kuleburi


maaf

harus kuakui akan itu hari ini

mungkin laku yang patut kupilih saat ini adalah merubah daftar pengembaraan imajinasiku

memutar balik haluan jejak kisah yang sudah berlayar jauh ini kembali ke dermaga lama

ke pelabuhan di mana belum ada bayanganmu yang melambai-lambai bersama nyiur anging mamiri


maaf

semoga dikau paham sedikit kesah berkeluh ini

aku bukan hendak memelihara ego

pun aku bukan berencana menggali jurang supaya bertambah dalamnya antara kita

aku hanya berusaha mengembalikan hidupku yang biasa-biasa saja sebelum kau bawa bertualang dalam duniamu

itu saja!


semoga kau tak salah mengerti inti catatan ini kupetakan

salam hangat untukmu selalu!

Friday, April 02, 2010

...................

PERINGATANKU UNTUKMU

AIDA RADAR

Kau tahu

Awal kumengenalmu karena aura kebaikan dan kealiman yang menyembul dari balik tubuh perkasamu. Segala kesempurnaan yang pernah terekam sejarah lewat Yusuf a.s itu merealitas di hadapanku, di dalam dirimu. Perpaduan raga ideal dan cahaya putih yang melingkupimu, tak lama resmi mengukuhkan bahwa kau memang manusia yang mendecakkan kagumku berkali-kali. Yah! berkali-kali.


Apakah kau tahu?

Tentu saja kau tak akan tahu. Atau mungkin sejatinya kau tahu, namun aku tahu kau cukup cerdas dalam menyembunyikan ke-tahu-anmu. Rapi dan rapat tak bercelah. Pun aku hapal, tentang kegalauan yang terus berteriak di balik dada yang melapisi rongga hatimu. Aku paham bahwa kau seperti hendak lari dari kau yang pertama kali kukenal. Kau ingin hengkang dari imej nabi yang melekat di belakang bayang-bayang tak berwarna yang memantul di wajah bumi. Segala macam rerupa kau coba pasangkan —untuk merubah pandangan tentangmu— ketika atmosfir jernih itu kuat menggenggammu berbaris di lapisannya. Kau terus berusaha. Kau tak henti mencobanya berkali-kali. Yah! berkali-kali.


Tahukah kau?

Aku tahu jika tak perlulah aku memasang tanda tanya sebesar itu di depan hitam bola matamu yang tajam menghujam itu. Sudah cukup terang di reruntuhan kabut ini kalau kau memang tahu kesemuanya itu. Dan sempat di satu kesempatan yang abu-abu, kau kutemukan melepas aura putihmu untuk berani memakai jubah hitam itu. Hahaha........, tapi sayangnya, sungguh disayangkan sekali, sekali lagi, sayangnya kau tak berhasil. Sangat tidak mencapai target apa yang telah kau ancangi. Duh! Sungguh kasihannya dikau. Ternyata jurusmu tetap tak bisa merubah pandanganku atasmu kawan—bahkan juga mereka— bahwasanya kau itu tak pantas melekatkan jubah kelam itu di antara batas-batas kulit ari yang menutupi putih tengkorakmu. Kau adalah putih. Dan akan selamanya menjadi putih. Meski sebelumnya kau pernah menggugu kata pekat itu hingga menghempasmu lama berlabuh di samudera abu-abu.


Kau harus tahu,

Kali ini kau mesti mengakui ke-tahu-anmu kawan. Berhentilah melayangkan jurus-jurus hitam itu! Walau berbagai cara kau adopsi untuk mengelak dari kau yang sebenarnya, kau yang pada mulanya adalah putih, kau tak akan pernah memenangkannya kawan. Justru pabila tak kau tarik kembali hukum itu ke peraduannya, maka bersiaplah menunggu bumerang yang kau lemparkan,, berbalik merobek-robek putihmu hingga memerah saga. Merah yang menakutkan. Merah yang mematikan bakda darah kental itu melumeri segala milikmu yang belum tertutup noda. Jadi, itu saja harapku kawan. Tetaplah menjadi dirimu! Dikau yang seharusnya kau! Karena semenjak pertemuan pertama itu hingga mentari berdiri tegak di atas kepalaku hari ini, aku hanya mengenalmu dari aura kebaikan dan kealiman yang menyembul dari balik tubuh perkasamu.


Salam!