Wednesday, June 08, 2011

PUISI KE-2 KOBSI UNISMUH 2011

MALAIKAT DAN SETAN

Oleh Aida Radar


Ada malaikat menyapaku di pagi mendung itu, dan tak lama dibabtislah aku menjadi malaikat sepertinya

Sejurus depan aku hidup dalam dunia malaikat.

Lama,

Aku adalah malaikat sampai entah


Kemarin , ada setan datang bertamu di malam yang hujan mengguyur hingga basah kuyup

Kusuguhi ia teh tanpa gula dan menjalarkan keramahan hangat.

Bukankah begitu sejatinya tamu dilayani?

Esoknya, dimintai aku memakai jubahnya asal sejenak saja

Aku menolak

Ia memaksa

Aku tetap menolak

Ia memelas dengan airmata

Aku luluh. Aku akan memakai jubahnya. Bukankah aku malaikat?


Sehabis kedatangan setan aku menjadi dua.

Aku adalah malaikat. Aku adalah setan

Ketika aku akrab dengan malaikat, orang-orang mengembang senyum selebar daun pisang di depan wajahku

Tapi mengapa mata mereka langsung mencela ketika setan menggilirkan keberadaannya dalam diriku?

***

Puisi ini menjadi juara II

Lomba tulis puisi Kompetisi Bahasa dan Sastra Indonesia (KOBSI)

Unismuh 2011


Friday, June 03, 2011

Bincang Buku... (1)



Buku ini khatam Z baca sekitar tiga bulan lalu dan langsung memindahkan beberapa catatan menarik di dalam satu file di laptop, dan kemudian Z posting di sini (setelah buka-buka file lama ^_^). Membaca buku ini betul-betul membuat Z mengharu biru, kemudian senyum dan nangis sambil geleng-geleng kepala. Z lantas sepakat dengan perkataan seorang kakak, kalau tidak salah begini : "Pak Habibie membuktikan bahwa ternyata di zaman sekarang ini, ada laki-laki yang setia!" Hmmm....


Ada beberapa bagian dalam catatan di bawah ini yang Z tebalkan kata/kalimatnya. Bermakna, mereka pernah ada juga di pikiran Z dan dengan dibaca kembali ketika buku itu ada di tangan Z, hal itu cukup berbekas dalam hati Z.


Z banyak mengambil pelajaran, --dalam bagaimana memandang hidup, ilmu, dan interaksi lelaki dan perempuan dalam rumahtangga, dari kisah yang ditulis Pak Habibie untuk Ibu Ainun ini. Ini memang buku yang keren... d^_^b. (Trims ya Ridho, Z sudah dipinjami buku ini. :D)

.....................................................................


BUKU HABIBIE DAN AINUN


Pengantar Penulis, Bacharuddin Jusuf Habibie

....Bagi saya pribadi, hikmah menulis buku ini, telah menjadi terapi untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba kehilangan oleh seseorang yang selama 48 tahun 10 hari berada dalam kehidupan saya, dalam berbagi derita dan bahagia. Karena antara saya dan Ainun adalah dua raga tetapi satu jiwa. ......... Mungkin karena, sejak Ainun berpindah ke Alam Barzah, pada setiap dimensi ruangan dan waktu, saya masih merasa Ainun tetap ada di dekat saya. Setiap saya keluar ruang kerja saya, saya tiba-tiba merasa berada pada dua dimensi waktu dan ruang yang lain, dimensi ruang dan waktu ketika Ainun belum berpulang ke Alam Barzah. Wajah Ainun, seperti sudah melekat di setiap sudut mata saya, hadir di mana saya berada.


Karena itu, waktu yang saya gunakan untuk menulis buku ini, telah menutupi kekosongan jiwa yang saya rasakan, dari hari demi hari, bulan demi bulan, mengikuti perjalanan waktu. Walaupun, di setiap halaman naskah buku itu, saya tulis dengan getaran jiwa dan lautan emosi yang kadang-kadang sulit saya bendung. Tiap halaman dalam buku ini, tidak berlebihan jika saya katakan penuh dengan tetesan airmata.


......Ainun selalu hadir memberikan keseimbangan dan menciptakan harmoni dalam kehidupan keluarga kami, dengan kerendahan hati untuk memberi suaminya selalu berjalan di depan, seperti ungkapannya : the big you and the small I. Lebih dari itu, dalam pribadi Ainun yang selalu memancarkan keteduhan, ketulusan, kesenduan, dengan “mata yang indah” memukau, jadi penuntun biduk rumah tangga kami bagaikan sebuah lagu yang nada, ritme dan syairnya, sudah diorkestra sedemikian rupa sehingga selalu harmonis...

(Hal. IX, X, dan XI)



Penantian Sepasang Mata yang Indah

......Ainun selalu mendampingi dan mengilhami saya. Ainun itu sangat berbakat dalam bidang ilmu eksakta dan fisika, karena Ayah dan kakak kandung Ainun berpendidikan bidang ilmu rekayasa, sehingga lingkungan kehidupan Ainun sangat dipengaruhi oleh bidang eksakta.

.....Ainun selalu mendengar pemikiran saya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan menarik, selalu sabar, konsistent memberi semangat, dorongan dengan keyakinan bahwa apa yang saya laksanakan itu adalah yang terbaik. Ainun sangat memperhatikan kesehatan saya. Ia tidak pernah mengeluh karena tidak kebagian waktu. Ia mengisi waktunya dengan menjahit, untuk anak kami yang sedang dalam kandungan. Memperhatikan gizi, vitamin dsb. baik untuk saya, bayi yang dikandungnya dan dirinya. Ainun yang sangat berdisiplin itu, tidak pernah mengeluh atau membuat komentar yang menjadikan saya gelisah. Yang sering diberikan adalah senyum yang memukau hati dan selalu saya rindukan.


Ainun kemudian menulis dalam buku A.Makmur Makka (“SABHJ), hal : 385, sbb :

Saya belajar menggunakan waktu secara maksimal sehingga semuanya dapat terselesaikan dengan baik, mengatur menu murah tetapi sehat, membersihkan rumah, menjahit pakaian, melakukan permainan edukatif dengan anak, menjaga suami, membuat suasana rumah yang nyaman; pendeknya semuanya yang harus dilakukan agar suami dapat memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya. Saya belajar tidak mengganggu konsentrasinya dengan persoalan di rumah.” (Subhanallah... *Z*)

(Hal. 25-26)



Ainun dioperasi

.....Hari Kamis tanggal 15 April 2010, ketika saya sedang menemani Ainun, para tim dokter (Rumah Sakit di Meunchen, Jerman. *Z*) berkunjung ke kamar ICU, menyampaikan bahwa dari data darah dan laporan harian, perkembangan penyembuhan Ainun berjalan sesuai dengan apa yang dua hari lalu mereka sampaikan. Ainun mendengarkan penjelasan profesor namun memorinya tidak mencatat penjelasan profesor dua hari yang lalu. Profesor lalu bertanya: “Apakah Ibu masih ingat kunjungan Dubes RI dari Berlin dan Konjen dari Hamburg dan Frankfurt kemarin dulu?” Ainun menggelengkan kepalanya. Setelah itu profesor melanjutkan pertanyaannya sambil melihat saya:


“Apa Ibu masih ingat apa yang dibisikkan suami Ibu?” Ainun mengangguk. Melihat itu, Profesor mengatakan: “Itu namanya telepati. Ini dapat terjadi antara Ibu dan anak atau suami dan istri. Mekanismenya secara ilmiah belum kami pahami. Tetapi fenomena ini memang ada. Bersyukurlah, Ibu dan Bapak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara telepati!”

(Hal. 286)



Berpisah dengan Ainun

Pada suatu hari, baru sekitar pukul 12.00 saya diperbolehkan masuk ke ICCU kamar Ainun. Saya dua jam terlambat, walaupun sejak pukul 09.30 sudah menunggu di kamar tunggu ICCU. Hal itu terjadi, karena keadaan darurat akibat pelaksanaan operasi yang tidak direncanakan sebelumnya, maka semua pengunjung belum diperbolehkan masuk ke ICCU. Baru sekitar pukul 12.00 saya masuk. Ketika masuk, Ainun sedang menangis.


Saya langsung bertanya: “Ainun mengapa menangis? Sakit?”


Ainun menggelengkan kepalanya. Lalu mata saya mengarah ke alat-alat elektronik dan segala peralatan yang dipasang di tubuh Ainun dengan sekitar 50 alat “tranfusi” dan “infusi” sambil mengucapkan:


“Takut sama peralatan ini?” Ainun menggelengkan kepalanya lagi. “Saya mengerti sekarang. Kamu mengira telah terjadi sesuatu pada saya?”


Baru Ainun menganggukkan kepalanya. Walaupun pada waktu itu Ainun dalam keadaan sadar. Ainun hanya bisa mengangguk dan menggelengkan kepala karena di mulutnya dipasang alat pernapasan. Saya amat terharu, karena dalam keadaan saat dan dirawat secara intensif tersebut, Ainun masih saja memikirkan kesehatan saya.



Ainun Pindah ke “Alam dan Dimensi Baru”

Kini tinggal saya sendiri berada dalam dunia yang terasa sudah gelap. Saya sering mengatakan kepada siapa pun bahwa kepergian Ainun, telah membuat “jiwa saya kehilangan sebelah”. Begitu lama saya merasakan kekosongan jiwa. Bagaimana hal itu tidak terjadi pada diri saya, jika Ainun, istri yang saya sayangi dan cintai adalah bagian dari saya, dan saya adalah bagian dari diri Ainun. Berbulan-bulan kepergian Ainun, saya lewatkan dengan malam-malam yang terasa hambar dan kosong.

(Hal. 311)



Doa Habibie dan Ainun

“Terima kasih Allah, ENGKAU telah lahirkan Saya untuk Ainun dan Ainun untuk Saya

Terima kasih Allah, ENGKAU telah pertemukan Saya dengan Ainun dan Ainun dengan Saya.

Terima kasih Allah, hari Rabu tanggal 7 Maret 1962, ENGKAU titipi kami bibit Cinta yang Murni, Suci, Sejati, Sempurna, dan Abadi melekat pada diri Ainun dan Saya.

Terima kasih Allah, ENGKAU telah memungkinkan kami menyiram bibit cinta ini dengan kasih sayang nilai Iman, Takwa dan budaya kami tiap saat sepanjang masa.

Terima kasih Allah, ENGKAU telah menikahkan Ainun dan Saya sebagai Suami Istri tak terpisahkan di manapun kami berada sepanjang masa

Terima kasih Allah, ENGKAU telah perkenankan Ainun dan Saya bernaung dan berlindung di bawah bibit cinta titipanMU ini di manapun kami berada, sepanjang masa sampai Akhirat

Terima kasih Allah, ENGKAU telah memungkinkan kami dapat menyaksikan, merasakan, menikmati dan mengalami TitipanMU menjadi Cinta yang Paling Murni, Paling Suci, Paling Sejati, Paling Sempurna, dan Paling Abadi di deluruh Alam Semesta dan sifat ini dapat dimiliki oleh ENGKAU Allah

Terima kasih Allah, ENGKAU telah menjadikan Ainun dan Saya Manunggal Jiwa, Roh, Batin, dan Nurani kami melekat pada Diri Kami sepanjang masa di manapun Kami berada

Terima kasih Allah, ENGKAU telah memungkinkan semua terjadi sebelum Ainun dan Saya, tanggal 22 Mei 2010 pukul 17.30 untuk sementara dipisahkan. Ainun berada dalam Alam Baru dan Saya sementara masih di Alam Dunia

Terima kasih Allah, perpisahan kami berlangsung damai, tenang dan khidmat dengan keyakinan bahwa KebijakanMU adalah terbaik untuk Ainun dan Saya

Berilah Ainun Saya petunjuk mengambil jalan yang benar, Kekuatan untuk mengatasi apa yang sedang dan akan Kami hadapi di manapun Kami berada.

Lindungilah Ainun dan Saya dari segala Gangguan, Ancaman, dan Godaan yang dapat mencemari Cinta, Murni, Suci, Sejati, Sempurna dan Abadi kami, sepanjang masa”

Amien.


.....Doa ini tiap saat saya panjatkan kepada Allah SWT, agar saya lebih tenang dan dapat mencegah tenggelam dalam kesedihan. Dan ternyata benar, setiap kali setelah memanjatkan doa tersebut, saya menjadi lebih tegar dan bergairah.


Namun, setelah menghadiri Presidential Lecture yang diberikan oleh Presiden USA Barack Obama di Universitas Indonesia dan menerima beberapa tamu di kediaman, saya tertidur beberapa saat dan sekitar pukul 03.00 pagi tanggal 11 November saya terbangun disertai rasa gelisah dan kerinduan pada Ainun.

Saya langsung tahajjud dan berdoa untuk Ainun sebelum Sholat Subuh,.......

(Hal. 320-321)

***